Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (9)

Kompas.com - 18/03/2008, 07:27 WIB

                                                                                                                                                                    [Tayang:  Senin - Jumat]

Mengintip Afghanistan

Saya menumpang sebuah jeep kecil dari Khorog menuju Ishkashim, melalui jalan beraspal di tepian sungai Amu Darya. Jaraknya cuma 106 kilometer, tetapi karcisnya 20 Somoni (6 dollar). Itu pun harus menunggu berjam-jam di terminal karena tidak ada penumpang. Di negara ini, orang hampir-hampir tidak punya uang sama sekali, tetapi harga-harga sangat mahal.

Sepanjang jalan, di seberang sungai di sebelah kanan sana, adalah propinsi Badakhshan Afghanistan. Sungainya sendiri, di bulan Oktober yang sudah mulai dingin ini, menjelma jadi sungai kecil yang hanya sekitar 20 meter saja lebarnya. Tetapi bagaimana pun kecilnya, ini adalah pemisah dua dunia.

Ketika kami menyusuri jalan beraspal mulus dalam sebuah jeep Rusia tua, di seberang sungai sana yang nampak hanya jalan setapak di punggung-punggung gunung. Saya melihat beberapa pria berjubah dan bersurban duduk dengan nyaman di atas keledai. Sesosok tubuh wanita dibungkus rapat-rapat dengan burqa putih, menunggang keledai dengan pasrah mengikuti sang suami. Sedangkan di sini penumpang jeep duduk bersebelah-sebelahan, tak peduli pria wanita, bersenda gurau sepanjang jalan dan bernyanyi-nyanyi. Di sini, di sepanjang jalan saya melihat tiang listrik berbaris, sambung-menyambung. Di seberang sana, tak ada apa-apa lagi selain debu dan rumput yang mulai menguning.

Afghanistan nampak gamblang dari sini, segamblang Tajikistan nampak dari sana. Seorang perempuan tua di seberang sungai sana, dalam pakaiannya yang banyak, berat, dan berwarna-warni, sedang menjemur kotoran sapi di atap rumah batunya ketika jeep kami melintas. Seperti melihat sanak saudara dari dunia lain, ia dengan senyum penuh semangat melambai-lambaikan tangannya. Tak ada interaksi antar dunia di kedua sisi sungai ini, selain lambaian tangan dan rabaan akan kehidupan asing yang penuh fantasi. Sungai ini memisahkan manusia sejauh langit dan bumi. Dunia lain terpapar gamblang di seberang sungai, tetapi tak pernah tertembus dan terjamah. Hanya angan dan imajinasi yang boleh dengan bebas berkeliaran melintas batas internasional ini. Imajinasi tentang kehidupan manusia-manusia di seberang sana, bersama segala penyesalan akan nasib dan takdir.

Bagi orang-orang di Tajikistan sini, selain wajah buruk rupa Afghanistan yang nampak dari seberang sungai, tak banyak lagi yang diketahui.

            “Pada zaman Soviet, mereka (orang Rusia) memperingatkan kita untuk selalu berhati-hati dengan orang Afghan,” kata Mohammad, salah seorang penumpang jeep.
            “Katanya mereka orang berbahaya. Kami tidak boleh menunjuk-nunjuk ke arah sana, kalau tidak gerombolan orang berbahaya dari sana akan menyeberang ke sini,” tambah dia lagi.

Ini adalah upaya Moskwa untuk menginjeksikan pemahaman yang harus ditelan mentah-mentah penuh iman oleh semua warga negara Uni Soviet. Pemahaman tentang kenistaan negeri Afghan untuk menanamkan kebencian dan kewaspadaan terhadap negeri seberang sungai sana.

Garis batas antara Afghanistan dengan Tajikistan sekarang ini sebenarnya berumur tak lebih dari 120 tahun lalu. Inggris dan Rusia menetapkan Amu Darya (Sungai Pyanj) sebagai batas kekuasaan mereka. Kedengarannya batas yang sangat alami, tetapi sebenarnya kedua raksasa imperialis ini telah mengiris dunia dengan sebuah kapak tajam, tanpa ampun memisahkan desa, keluarga dan sanak saudara dengan dinding pemisah yang kasat mata. Sebuah sungai, yang dulunya menjadi sumber kehidupan, kini menjadi batas pemisah garis takdir manusia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com