Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (21)

Kompas.com - 03/04/2008, 06:41 WIB

                                                                                                                                                                        [Tayang:  Senin - Jumat]

 

Danau kematian

Karakul, danau besar di puncak atap dunia, adalah sebuah danau raksasa. Tak ada kehidupan di dalamnya.  Dalam bahasa Kirghiz, Karakul berarti danau hitam. Danaunya sendiri tidak hitam, malah biru kelam memantulkan warna langit yang cerah. Yang hitam adalah kehidupannya. Dalam danau yang sangat asin ini, tak ada satu pun makhluk yang bisa hidup.

Danau ini tercipta oleh sebuah meteor yang jatuh menghantam bumi, jutaan tahun silam. Biksu Buddha Xuanzang, ribuan tahun yang lalu, pernah lewat sini. Marco Polo pun pernah melintas. Kini, danau ini masih menyimpan misteri dalam keheningannya.

Di dekat danau ada sebuah dusun kecil. Penduduknya berasal dari etnis Kirghiz , hanya ada satu orang Tajik. Saya sebenarnya dikenalkan oleh orang-orang di Murghab untuk menginap di rumah orang Tajik yang polisi ini. Tetapi, ketika saya sampai di Karakul, si polisi sudah tidak tinggal di sini lagi.

Saya pun menginap di sebuah rumah keluarga Kirghiz yang memang sudah dipersiapkan oleh organisasi Perancis, Acted, di Murghab, sebagai losmen untuk melayani orang asing. Keluarga ini tidak bisa bahasa Tajik, tetapi si suami bisa sedikit-sedikit. Setidaknya mereka bisa menyanyikan lagu kebangsaan Tajikistan dengan bangga, "Zindabosh e vatan Tajikistan e azadi man...," walaupun tidak tahu artinya sama sekali. Tildahan, istrinya, seorang wanita muda yang cantik yang mirip artis Korea, tidak bisa bahasa Tajik sama sekali. Bahkan dia tidak tahu bedanya antara si (tiga puluh) dengan se (tiga). Anaknya yang basih berumur empat tahun, Nurulek, bocah berpipi tambun, suka sekali melompat-lompat sambil berceloteh riang, "OK! OK!"

Dibandingkan Murghab, kehidupan di sekitar danau mati Karakul tidak terlalu menyedihkan. Di musim panas, padang rumput di sekitar danau ini menghijau. Air selalu melimpah. Tempat ini adalah lokasi yang bagus bagi penggembalaan ternak, yang sudah menjadi tradisi turun-temurun bangsa Kirghiz. Rumah-rumah di Karakul, seperti halnya rumah-rumah penggembala di Alichur, semua berbentuk kotak-kotak seragam, tersebar tak karuan, namun rapat. Orang-orang tidak kaya, tetapi tidak sampai kelaparan juga, karena setiap keluarga punya hewan ternak untuk penghidupan. Lembah hijau dan air yang melimpah ruah ini menjadi sumber kehidupan bagi orang-orang di sekitar danau.

Dusun di sebelah danau Karakul ini sebenarnya masih baru. Ribuan tahun lalu, ketika biksu Hsuan Tsang dari dinasti Tang, yang lebih dikenal dalam legenda Kera Sakti, pernah singgah di danau ini dalam perjalanannya ke barat. Tak ada kehidupan di sekitar danau. Tak ada dusun dengan rumah kotak-kotak ini. Hanya ada danau luas, tanpa ikan dan tanaman. Inilah danau kelam yang disebut Kara Kul, danau hitam. Begitu sunyi suasana di sini, misterius, mati. Kabut tipis baru saja berlalu di atas permukaan air, dihembus angin pagi yang mengantarkan sinar mentari. Udara sangat dingin. Saya menggigil di tepi danau mati dikelilingi puncak-puncak pegunungan Pamir.

Musim dingin datang lebih cepat di pegunungan. Desa Karakul sudah mulai merasakan susahnya musim dingin karena persediaan listrik sangat minim. Air dari gunung-gunung sudah mulai membeku dan generator tidak lagi berputar sesibuk biasanya. Orang-orang desa terpaksa kembali lagi ke radio transistor, atau paling banter tape recorder untuk mengisi kebosanan di hari-hari yang dingin. Sayangnya, televisi tidak mungkin diakali, karena tidak menyala dengan batu baterai. Siapa yang peduli? Pria-pria Kirghiz berjaket tebal asyik bermain catur atau duduk memperbincangkan ketumpulan hidup, hanya sekadar membunuh waktu. Sementara para perempuan sibuk memasak, memasukkan kayu dan batu bara ke tungku untuk menghangatkan ruangan. Selain itu, tak banyak yang bisa dikerjakan di sini.

Seperti penduduk Karakul, para tentara penjaga perbatasan di sini pun juga sama bosannya. Mereka harus melewatkan bertahun-tahun hidup mereka yang berharga di tempat yang tidak berharga ini.

            "Gila! Dingin sekali di sini," kata seorang tentara muda dari Khojand yang harus menjalani wajib militer di sini. Pria Tajik berusia dua puluh tahun ini tentu saja merindukan rumahnya, di kota terbesar kedua Tajikistan, di Khojand di lembah Ferghana yang hangat sana. Siapa yang mau ke tempat semerana ini?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com