Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (50)

Kompas.com - 14/05/2008, 07:32 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]

 

Bukan Negara Normal

Baru saja sampai di Uzbekistan, saya sudah dipusingkan dengan masalah yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Staf KBRI Tashkent siap dengan setumpuk wejangan bagaimana harus melewatkan hari-hari di negara Uzbek ini.

Tashkent, dalam bahasa Uzbek disebut Toshkent, berarti 'kota batu'. Tapi jangan mencari batu di sini. Kota ini sudah tidak hidup di zaman batu dan perjalanan waktu sudah menggiringnya menjadi kota modern dan kosmopolitan di Asia Tengah. Gadis-gadis Rusia berpakaian trendi mengibaskan rambut pirangnya, menyusuri barisan gedung-gedung tinggi yang megah dan rapi. Di musim dingin ini, Tashkent tetap menawarkan kehangatan, kedinamisan sebuah kota maju, plus keindahan gadis-gadis yang menyegarkan mata pria Indonesia mana pun. Kalau mereka dibawa ke Indonesia, semua pasti jadi bintang sinetron.

Tidak jauh dari pusat kota ada hotel bintang empat yang cukup membuat orang Indonesia bangga. Siapa sangka kita punya hotel mewah di sini? Hotel Bumi, demikian namanya. Dua tahun lalu hotel ini punya hubungan dekat dengan Bakrie Group. Menjulang tinggi mengundang kekaguman, hotel yang dikenal punya hobi berganti-ganti nama ini, menjadi landmark di sini. Nama aslinya Hotel Tata, dibangun oleh India. Tidak ada orang Tashkent yang tidak kenal nama ini. Tahun ini namanya Le Meridien, tahun depan entah mau ganti nama apa lagi.

Daerah Gogolya di pusat kota, satu blok di seberang Lapangan Amir Temur Maydoni, adalah tempat berkerumunnya kedutaan negara-negara sahabat. Bertetangga dengan KBRI, ada Kedutaan Besar Inggris, RRC, Belarus, Ukraina dan Perancis. Jalanan cukup lengang, rimbunnya pohon memberi kesan teduh tiada tara, dan polisi Uzbek berpatroli di mana-mana.

Sebagai seorang kawan lama yang datang berkunjung ke KBRI, saya disambut dengan sangat hangat oleh teman-teman staf dan diplomat. Malah ada yang langsung menawari saya tempat menginap. Baru datang saya sudah disuruh sibuk-sibuk mengurus perpanjangan visa. Ini kan hari pertama saya di negara ini, dan visa saya masih sebulan lagi.

            "Ingat, Gus," kata Rosalina Tobing, staf bidang politik, "kalau kamu sudah masuk Uzbekistan, kamu jangan berpikir ada di negara normal. Di sini semuanya bisa terjadi."

Untuk memperpanjang visa Uzbekistan, waktu tunggunya minimal satu bulan, dan itu pun masih belum tentu dapat visa. Rosalina bercerita tentang seorang mantan duta besar Indonesia untuk Uzbekistan, yang datang berkunjung ke negara ini sebagai tamu. Begitu datang mantan duta besar itu langsung mengurus perpanjangan visa. Pihak Uzbekistan cuma menyuruh tunggu dan tunggu. Pada hari terakhir ia diberi tahu bahwa visanya tidak turun. Bukan hanya harus meninggalkan Uzbekistan saat itu juga, beliau pun harus membayar denda yang tidak sedikit.

Birokrasi adalah uang di sini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com