Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pulau Kemaro, Legenda Cinta Abadi (1)

Kompas.com - 03/06/2008, 13:33 WIB

TAN BUN AN malu bukan kepalang. Guci mas kawin yang dikirim keluarganya dari Dinasti Qing, Tiongkok, ternyata berisi asinan sayur sawi, bukan emas batangan. Kecewa dan marah. Bun An menendang dan memecahkan guci-guci itu. Lalu ia pun menceburkan diri, dan lenyap ditelan Sungai Musi.

Pulau Kemaro diyakini menyimpan legenda cinta sejati antara dua bangsa dan budaya besar zaman dahulu. Alkisah, di zaman pemerintahan Sultan Palembang Darussalam ke-2, Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago (1706 M-1714 M), ada seorang putri kerabat sultan bernama Siti Fatimah.

Sang putri berparas cantik jelita memadu kasih dengan Pangeran Tiongkok dari Dinasti Qing bernama Tan Bun An. Sang pangeran tentu saja gagah rupawan. Namun, karena perbedaan budaya dan agama, cinta mereka ditentang orangtua Siti Fatimah.

Syarat maha berat pun diajukan untuk menggagalkan cinta mereka. Tan Bun An boleh melamar sang putri asalkan sanggup memberi mas kawin berupa 15 guci berisi emas. Keluarga sultan yakin permintaan itu tidak akan terpenuhi karena lautan masih dikuasai bajak laut.

Keluarga Pangeran Tan Bun An mengirimkan 15 guci berisi emas dan puluhan guci berisi asinan sawi untuk mengelabui bajak laut. Namun hal tersebut tidak dibicarakan terlebih dahulu dengan sang pangeran.

Singkat cerita, tim ekspedisi selamat tiba di Palembang untuk dipersembahkan pada calon besan. Namun, wajah ceria Tan Bun An jadi pucat pasi ketika mendapati isi guci bukanlah batangan emas. Tujuh guci dibongkar, semuanya berisi asian sawi.

Rasa malu, marah, dan kecewa bercampur-aduk. Tan Bun An menendang guci-guci itu ke Sungai Musi. Ketika guci terakhir ditendang, pecah dan berhamburanlah kepingan emas.

Tan Bun An menyesal dan mencebur ke sungai bersama pengawalnya guna menyelamatkan guci yang terlanjur dibuang. Namun ia tidak muncul lagi.

Siti Fatimah ikut menceburkan diri bersama para dayangnya. Sang Putri berpesan, bila dia tidak berhasil menemukan pujaan hatinya, dan bila suatu saat ada gundukan tanah yang muncul dari dalam dasar sungai ini, maka disanalah kuburan sang putri.

Keduanya tidak pernah muncul lagi. Tidak lama, munculah gundukan tanah yang sekarang dikenal dengan nama Pulau Kemaro yang letaknya di sebelah hilir Sungai Musi.

Di dalam Kelenteng Hok Ceng Bio di Pulau Kemarau terdapat gundukan seperti batu karang yang dipercaya sebagai makam sang Putri Siti Fatimah diapit ajudan Pangeran Tan Bun An dan dayang-dayang sang putri. Begitulah kisah dari zaman bari (lama) dan hingga saat ini pun Pulau Kemaro masih berselimut misteri.

Sekarang Pulau Kemaro menjadi salah satu obyek wisata penting Kota Palembang. Pada malam perayaan Cap Go Meh, ribuan warga Tionghoa dalam dan luar negeri berduyun-duyun mengunjungi pulau itu. Selain beribadah, pada saat itu, banyak muda-mudi datang dengan misi ganda, yaitu mencari jodoh. Mereka saling berkenalan, mojok di kedai, lantas bertukar nomor ponsel. Pertemuan selanjutnya diatur kemudian. (Sriwijaya Post/Aang Hamdani)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com