Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (77)

Kompas.com - 20/06/2008, 07:59 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]


Sekali Lagi, Visa Oh Visa...

Bila diingat, perjalanan saya di Asia Tengah melintasi negara-negara pecahan Uni Soviet ini, selalu disibukkan dengan urusan visa. Kira-kira hampir separuh konsentrasi saya habis hanya untuk memikirkan trik-trik melamar visa.

Seperti diketahui, paspor Indonesia bukan yang terbaik untuk melancong di sini. Kita tidak bisa nyelonong begitu saja ke kedutaan negara Stan untuk minta visa, tanpa terlebih dahulu mengurus yang namanya 'letter or invitation' atau dalam bahasa kerennya disebut priglashenie, surat undangan. Surat undangan ini harus direstui dulu oleh kementerian luar negeri negara yang dituju, melalui proses berminggu-minggu hingga berbulan-bulan.

Salah satu cara mudah untuk mendapatkan priglashenie, terutama untuk Kyrgyzstan, Kazakhstan, dan Uzbekistan, adalah dengan menghubungi biro perjalanan di negara yang akan dituju. Kantor-kantor travel di sana sudah terbiasa memenuhi permintaan priglashenie. Dengan hanya membayar 30 dolar dan menunggu paling lama dua minggu kita sudah bisa mendapatkan surat undangan dari negara yang dimaksud.

Ini baru surat undangan, prasyarat untuk bikin visa. Visanya sendiri bermacam-macam ceritanya. Ingat kedutaan Tajikistan di Kabul yang benderanya terbalik-balik dan diplomatnya menjual visa seperti calo menjual tiket waktu Lebaran? Di Dushanbe, kedutaan Kyrgyzstan juga cukup antik karena hanya buka sehari dalam seminggu. Di Bishkek, kedutaan Uzbekistan punya kegemaran mengadakan ujian wawancara bahasa Rusia dan kedutaan Kazakhstan suka bagi-bagi visa malam hari.

Belum lagi bicara soal harga. Wah, saya sudah menghabiskan lebih dari 500 dolar hanya untuk visa. Tajikistan dengan ganas menggarong dompet saya 250 dolar (harga normal 120 dolar di Kabul). Kyrgyzstan masih mending, 55 dolar. Uzbekistan 80 dolar, dan di Kazakhstan saya menghabiskan sekitar 140 dolar termasuk priglashenie dan registrasi. Seram sekali, bukan?

Tunggu. Yang paling seram belum muncul. Perkenalkan, Turkmenistan. Negara paling tertutup di antara kakak beradik Stan yang lain ini paling pelit menerbitkan visa. Negara ini juga sangat hobi dengan yang namanya birokrasi. Satu-satunya jenis visa yang bisa saya peroleh, sesuai dengan ukuran kantong dan kemampuan saya, adalah visa transit, maksimal 5 hari. Visa turis sudah jelas di luar kemampuan saya, karena untuk mendapatkan priglashenie, kita harus ikut tour, yang biayanya bisa 200 dolar per hari.

Visa transit pun tidak mudah. Pertama-tama, saya harus bikin dulu visa Iran atau Azerbaijan. Yang disebut terakhir ini, pecahan Uni Soviet juga, sama-sama sulitnya untuk paspor Indonesia. Biro tur setempat minta bayaran 125 dolar hanya untuk menerbitkan priglashenie, dalam sebuah email yang membuat saya sangat mangkel,

            "Sedikit lebih mahal, karena negara Anda (Indonesia) termasuk negara rawan."

Kedutaan Iran di Tashkent juga terkenal pelit menerbitkan visa. Dengan bantuan segala macam surat lamaran, taktik menelepon pada jam-jam yang berbeda (karena, ajaibnya, petugasnya berbeda aturannya pun berbeda walaupun bekerja di kantor yang sama), akhirnya saya berhasil memasukkan lamaran pengajuan visa Iran.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com