Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (81)

Kompas.com - 26/06/2008, 06:20 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]



Semua Gratis di Abad Emas

Tiga puluh kilometer perjalanan dari perbatasan membawa saya ke Ashgabat, ibu kota Turkmenistan. Ashgabat artinya 'kota cinta'. Tetapi seperti Tashkent yang bukan tempat mencari batu, saya juga tidak mencari cinta di sini. Ashgabat, dalam benak saya, adalah kota fantasi yang megah di tengah padang pasir luas.

Rita, nama wanita ini, yang mengantar saya naik bus kota menuju pusat Ashgabat. Umurnya sekitar empat puluh tahunan, bekerja sebagai pegawai imigrasi di perbatasan. Warga keturunan Rusia. Rambutnya pirang, hidungnya mancung, matanya biru.

            "Berapa harga karcisnya?" saya bertanya.
            "Lima puluh manat," jawab Rita.
            "Lima puluh ribu manat?" saya belum yakin.
            "Bukan. Bukan lima puluh ribu. Lima puluh. Hanya lima puluh Manat," dia menyimpan sebuah senyuman di wajahnya. Lima puluh manat. Dua puluh rupiah, harga karcis bis kota di ibu kota negeri Turkmen.

Rita mengerti keheranan saya. Dan itu justru membuatnya bangga. Dengan sukarela Rita membayarkan karcis saya, yang masih kebingungan karena tidak punya uang kecil.

            "Di sini, semuanya gratis - air, listrik, gas, layanan kesehatan. Semuanya. Kami memang tidak punya uang. Tetapi semuanya gratis. Kami tidak perlu banyak uang untuk hidup."

Gaji Rita 75 dolar per bulan. Sebagai pegawai imigrasi di pos internasional, gajinya lebih tinggi daripada pendapatan rata-rata orang Turkmenistan.

Bus terus melaju melintasi jalan-jalan kota Ashgabat. Jalanan lebar. Barisan gedung-gedung putih dari marmer berjajar rapi. Taman-taman hijau menambah sejuknya jalanan. Semuanya nampak harmonis dalam keteraturan dan kemegahan.

            "Ashgabat kota yang indah. Kamu lihat sendiri kan," seloroh Rita.
            Apakah ini kota yang makmur dengan orang-orang yang semua kaya raya?
            Rita tergelak. "Hah. Mungkin saja. Tetapi kami tidak punya uang. Mereka yang kaya, kami tidak." Dia menekankan intonasi pada kata 'mereka'.

Walaupun menjadi bangsa minoritas, Rita sangat bangga menjadi warga Turkmenistan. Dengan isolasi ketatnya, paspor Turkmenistan memang tidak akan membawanya ke mana-mana.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com