Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (96)

Kompas.com - 17/07/2008, 06:28 WIB

[Tayang:  Senin - Jumat]



Good Boy

Tentara perbatasan Uzbekistan memang terkenal sangat merepotkan. Penggeledahan barang-barang bawaan sudah menjadi prosedur wajib. Tetapi masih ada yang lebih melelahkan dan menjengkelkan dari ini.

Sudah hampir satu jam saya berdiri di hadapan tentara muda itu, dengan semua barang bawaan saya tertata amburadul di atas meja bea cukai. Kaos dan celana-celana lusuh bertumpuk-tumpuk seperti gombal, membuat dia mirip pedagang keliling baju bekas, dan membuat muka saya merah padam. Puas mengobrak-abrik semua isi tas ransel, tentara itu langsung memerintah saya cepat-cepat mengemas kembali semua barang itu. Seperti diplonco rasanya.

Saya disuruh mengikutinya, ke sebuah kamar kecil dan tertutup di pinggir ruangan. Ukurannya cuma 2 x 3 meter, sempit sekali, dengan sebuah kasur keras di sisinya. Begitu saya masuk, dia langsung mengunci pintu. Apa lagi ini? Saya berduaan dengan tentara tinggi dan gagah yang mengunci pintu di sebuah kamar dengan ranjang yang nyaman, dan sekarang dia menyuruh saya menungging.

Dia mulai menggerayangi tubuh saya dengan kedua tangannya. Jangan berpikir yang aneh-aneh dulu. Setelah barang bawaan yang diperiksa, kini giliran tubuh saya yang diteliti habis-habisan. Dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Dan ini dalam arti harafiah.

Ujung sepatu saya diketok-ketok. Kebetulan sepatu yang saya pakai ini pemberian dari seorang teman, dan berukuran lebih besar daripada kaki saya. Tentu saja saya tidak merasakan apa-apa. Curiga ada yang disembunyikan di ujung sepatu, saya disuruh membuka sepatu. Dengan tangan telanjang ia meneliti bagian dalam sepatu saya. Bahkan kaus kaki yang saya pakai pun diteliti dengan seksama, jangan-jangan ada uang yang diselundupkan. Ah, pasti bau sekali tangannya sekarang. Untungnya perbatasan ini sepi sekali. Coba kalau dalam sehari ada seribu orang yang melintas perbatasan, pasti tentara itu sudah kena penyakit kulit.

Habis periksa tubuh, sekarang giliran periksa dompet. Lembar demi lembar uang dolar saya dihitung. Lho, kok ada 238 dolar, sedangkan di formulir deklarasi saya menulis cuma 230 dolar. Berarti ada 8 dolar kelebihan, yang mau disita oleh tentara itu. Saya memohon-mohon, delapan dolar itu besar sekali artinya buat saya, yang punya uang cuma segini. Si tentara malah jatuh iba, dan batal menyita uang kesayangan saya.

Sekarang, setelah hampir dua jam menjadi bahan penelitian tentara perbatasan, saya sudah siap menyeberang ke Afghanistan. Polisi wanita yang berambut kribo pun sudah mengembalikan tujuh keping uang logam dari Iran, setelah dia yakin bahwa logam-logam ini bukan barang berharga.

           "Bagaimana caranya pergi ke Mazar-i-Sharif dari sini?" tanya saya.

Mazar-i-Sharif adalah kota besar di Afghanistan utara, tidak jauh jaraknya dari Termiz. Si polisi kribo sama sekali tidak tertarik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com