Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (2): Mimpi Buruk

Kompas.com - 05/08/2008, 08:38 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]


Bagaimanakah rasanya menyelundup? Keindahan bintang pun tak bisa meneduhkan hati. Dalam tidur malam digoncang-goncang bus yang melintas jalan berbatu pun, yang selalu muncul adalah wajah garang polisi.

           “Pemeriksaan tadi sangat ketat,” kata Deng Hui, penumpang China yang duduk di depanku.

Deng Hui sudah berumur 37 tahun, tetapi hasrat berpetualangnya masih menggebu. Sudah berkali-kali ia masuk Tibet, dan sekarang ia sedang dalam misi menuju Nepal. Bus datang sekitar satu jam setengah setelah saya diturunkan dari taksi.

           “Tadi polisi benar-benar memeriksa semua orang, mencari apakah ada orang Uyghur di antara penumpang. Katanya ada buronan Uyghur yang mencoba melarikan diri dari Xinjiang menuju Tibet.”

Pos pemeriksaan kedua adalah pos tentara. Semua penumpang turun, menunjukkan dokumen. Orang asing hanya menunjukkan sampul paspor, langsung dibolehkan lewat.

Perjalanan bus ini seperti penginapan berjalan. Di tengah malam, kami berbaring di kasur kami masing-masing. Lebarnya cuma setengah meter, panjangnya 1.25 meter. Sepanjang malam lutut harus ditekuk. Bau tak sedap, campuran antara bau badan, kaki, sepatu, telur, asinan, memenuhi bus ini. Penumpang tak boleh berjalan di dalam bus beralas sepatu. Setiap naik bus, sepatu harus langsung dimasukkan tas kresek dan digantung di pinggir ranjang masing-masing.

Dalam kegelapan malam, di kejauhan nampak bara api berkobar. Di sini gelap gulita. Kobaran api itu seperti terbang di langit malam yang hanya hitam. Apakah itu? Sumur minyak? Atau cahaya mistis? Keingintahuan saya, bersama mimpi dan imajinasi, tenggelam dalam deru mesin bus yang melintasi jalan berbatu yang bergerunjal. Penat dan cemas memaksa saya tertidur dalam gelapnya kendaraan besar ini.

Dalam mimpi pun, polisi gong an datang menjenguk saya. Memeriksa permit-permit dan menagih denda. Keringat dingin membasahi sekujur tubuh. Sungguh mimpi buruk seorang penyelundup.

Ketika saya membuka mata di pagi hari, dunia sudah berganti. Bukan lagi padang pasir kuning yang membentang tanpa batas. Sekarang adalah barisan gunung-gunung tinggi, tanah berdebu, dingin dan kelabu. Ini adalah Pegunungan Kunlun yang ternama keganasannya.

Kunlun shi baliang ren de chi, meiyou na nanr de dan, ni mo kao na shan bianbian; Kunlun shi zoubuwan de lu, fanbuwan de shan, shoubuliao na ji he e, ni mor fan na shan diandian;

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com