Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (38): Hari Perempuan

Kompas.com - 24/09/2008, 06:59 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]

Kathmandu disapu warna merah. Ribuan perempuan turun ke jalan, menari mengiringi lagu yang meriah. Wanita mana yang tak bergembira di hari khusus bagi kaum perempuan ini?

Di awal bulan Bhadra dalam penanggalan Nepal, kaum wanita bersuka cita menyambut Tij, perayaan bagi kaum perempuan. Kuil Pashupatinath dibanjiri perempuan - gadis, ibu-ibu, hingga nenek tua, semua berpakaian sari merah menyala.

Walaupun Tij adalah festival perempuan, sebenarnya unsur lelaki sangat kuat di latar belakangnya. Alkisah, Dewi Parwati berdoa dalam kekhusyukan, berpuasa dalam ketabahan, mengharap agar Dewa Syiwa mau menjadi suaminya. Sang dewa, tersentuh oleh ketulusan hati Parwati, akhirnya menikahinya. Sebagai ucapan terima kasih, Dewi Parwati menjanjikan perempuan yang berpuasa dan berdoa akan mendapat kemakmuran dan kelanggengan di keluarganya. Dari sinilah Tij berasal.

Sejak semalam sebelum Tij, selepas makan besar, kaum perempuan mulai berpuasa selama 24 jam. Semua ibadah dan perayaan Tij, mulai dari puasa, sembahyang, dan lantunan lagu, ditujukan untuk memuliakan Dewa Syiwa, yang akan menjamin kebahagiaan keluarga. Mereka yang sudah menikah berdoa demi kesehatan dan kebahagiaan suami. Yang belum, memohon agar Dewa Syiwa segera memberikan jodoh yang paling tepat. Yang sudah menjanda, berdoa bagi arwah suami. Tij adalah hari di mana perempuan beribadah mewakili suami atau calon suami mereka.

Sungai Bagmati, mengalir di Kuil Pashupatinath – kuil pemujaan Syiwa terbesar di seluruh Nepal, adalah sungai suci yang diagungkan umat Hindu. Sudah sejak pukul tiga pagi buta, kaum perempuan yang berpakaian sari merah menyala berbaris untuk memberi penghormatan di sekeliling lingam – perlambang Dewa Syiwa sekaligus simbol kelaki-lakian. Pakaian yang mereka kenakan ini adalah pakaian terbaik yang mereka punya. Yang sudah menikah, mengenakan baju pengantin mereka, berdandan secantik-cantiknya layaknya pengantin baru, supaya keluarga mereka mendapat berkah dari sang dewa.

Kaum perempuan, kini bagaikan semut merah yang mengular sepanjang bukit, mengikuti tangga kuil di seberang sungai. Khusus hari ini, kuil tertutup untuk semua laki-laki. Di bawah terik mentari, kaum perempuan yang berpuasa banyak yang bertudung payung. Mereka rela mengantre selama berjam-jam demi melaksanakan puja di hadapan lingam dan Patung Syiwa. Ditambah lagi puasa ketat yang harus dilaksanakan – tak makan dan tak minum sama sekali. Banyak yang tak kuat, lemas, lalu pingsan.

           “Sungguh cantik gadis Nepal ini,” kata Baibai, backpacker China yang pernah menolong saya di Tibet, “Lihatlah garis wajah mereka yang begitu tajam dan kuat.” Baibai mengagumi mata gadis Bepal yang besar dan hidungnya yang bangir.

Orang Nepal yang berasal dari kasta tinggi terkadang punya ciri wajah Indo-Eropa – berhidung mancung, bermata lebar, berkulit putih dan halus. Mereka adalah orang Brahmana, menempati posisi tertinggi dalam masyarakat. Dulunya, Tij hanya dirayakan oleh perempuan dari kasta tinggi. Tetapi sekarang festival perempuan ini dirayakan kaum wanita dari berbagai kalangan.

Di dahi mereka tertempel tika, dari bunga merah atau kuning yang dibubuhkan sehabis sembahyang. Tangan dan kaki berhias guratan henna berwarna coklat, seperti ukiran yang detailnya menunjukkan kepiawaian sang seniman. Di sekujur leher ada untaian belasan kalung manik-manik. Gelang yang jumlahnya lusinan bergemerincing ketika para perempuan ini berjalan. Tanpa alas kaki, mereka menapaki tangga batu kuil yang panas. Di undak-undakan tepi sungai, ada beberapa pandita Brahmana  yang menyiapkan persembahan bagi dewa. Umat merempuan mencurahkan sesaji bunga-bungaan ke sungai suci Bagmati yang berair keruh. Sungai yang sama adalah tempat mayat orang kasta tinggi dimandikan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com