Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (45): Dewi Hidup

Kompas.com - 03/10/2008, 07:33 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]

Hari ini adalah hari keempat perayaan Indra Jatra. Kumari Devi, sang dewi hidup, akan memberikan pemberkatan bagi raja dan seluruh warga Kathmandu. Mozaik warna-warni Nepal membungkus Lapangan Durbar dalam gelora perayaan.

Tidak ada yang tahu pasti bagaimana kebiasaan menyembah dewi hidup di Nepal bermula. Legenda mengatakan, raja Jayaprakash Malla dari abad ke-17 terpesona oleh kecantikan Dewi Taleju waktu bermain catur dengan sang dewi pelindung kerajaannya. Kecantikan itu membangkitkan nafsu birahinya. Sang Dewi, yang bisa membaca pikiran raja, marah besar dan mengutuknya. Dewi meninggalkan istana itu sambil memberi tahu titisan berikutnya adalah seorang gadis muda dari kasta rendah.

Gadis yang dipercaya sebagai titisan Dewi Taleju dijadikan Kumari Devi, dewi hidup pelindung keluarga kerajaan dan Lembah Kathmandu. Tradisi itu berlangsung hingga sekarang. Kathmandu, Bhaktapur, dan Patan masing-masing punya seorang Kumari Devi yang dipuja umat Hindu dan Budha Newari.

Kumari Devi dipilih melalui serangkaian upacara dan pemilihan yang mirip dengan tradisi Budha Tantrayana di Tibet dalam memilih Dalai Lama dan Panchen Lama. Serangkaian mimpi, ilham, dan firasat menunjukkan letak nominasi titisan Dewi Taleju. Gadis-gadis kecil keluarga Budha Newari dari kasta Sakya, sekitar empat tahun umurnya, yang memenuhi 32 syarat fisik kesempurnaan, selanjutnya menjalani serangkaian tes untuk menentukan mana yang Kumari sejati. Gadis yang bisa menunjukkan barang-barang yang dipakai Kumari sebelumnya dan tidak takut menjalani upacara seram dengan penari bertopeng kerbau, adalah Kumari yang sesungguhnya.

Sang Kumari kemudian tinggal dalam ‘penjara’-nya yang mewah – Kumari Ghar (Rumah Kumari), bangunan indah di hadapan Istana Durbar.. Di sini, setiap hari ia menerima kunjungan umat yang mencari berkat. Ia bermandi limpahan sesaji dan manisan yang dibawa oleh umat. Ia menjalani hidup yang ketat dalam istana ini. Tak bebas bertemu keluarga dan kawan-kawannya, tak boleh sembarangan keluar, dan tak pergi sekolah. Hidup Kumari diatur oleh para penjaganya, makan, tidur, sembahyang puja, bermain, berjumpa keluarga, semuanya ada yang mengatur.

Gadis ini begitu suci, sehingga istananya tak boleh dirambah oleh orang yang bukan Hindu. Wajahnya tak boleh dipotret. Bahkan raja pun menciumi kakinya yang tak pernah menginjak tanah untuk mendapatkan berkah. Tetapi kesuciannya langsung berakhir begitu ia mengalami pendarahan pertama. Dewi Taleju meninggalkan tubuhnya. Kumari, dari seorang dewi hidup berubah kembali menjadi manusia biasa. Kumari berikutnya harus dicari lagi, melalui proses jampi-jampi, ilham, ujian, dan pentahbisan yang sama.

Satu hari dalam setahun, di hari Kumari Jatra yang menjadi puncak perayaan Indra Jatra, sang Kumari Devi keluar dari istananya untuk memberkahi raja dan seluruh kota Kathmandu.

Sejak tengah hari, lapangan di hadapan istana Durbar sudah penuh oleh lautan manusia. Di bawah kuil Taleju, ribuan perempuan duduk di atas undak-undakan. Sari yang dikenakan berwarna-warni, membentuk mozaik warna yang mengguratkan keragaman dan keceriaan Nepal. Kaum pria, turis, dan jurnalis masing-masing punya tempatnya sendiri.

Pengamanan sangat ketat. Sejak tengah hari jalan dan lorong menuju Lapangan Durbar diblokir untuk lalu lintas dan pejalan kaki. Polisi dan tentara di mana-mana. Dari jendela lantai atas Kumari Ghar, sang dewi mengintip.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com