Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (46): Laporan Kehilangan

Kompas.com - 06/10/2008, 07:41 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]


           “Sudahlah,” Lam Li menghibur saya yang masih bersedih gara-gara dompet yang tercopet, “Yang lalu biarlah berlalu. Percayalah, sekali kejadian buruk, serentetan keberuntungan akan menantimu. Bukan begitu?”

Lam Li menoleh ke arah dua pandita Rusia. Yang satu sibuk dengan butir-butir rudraksha dan satunya lagi baru saja memasak bubur warna-warni untuk sesaji.

           “Tidak, bukan begitu,” kata pria bule berjubah itu, “Dalam ajaran Budha, kalau kamu mengalami kejadian buruk, itu tandanya karma burukmu berkurang. Kejadian buruk masih bisa terjadi lagi, imbalan karma dari apa yang sudah kamu perbuat. Percayalah, semuanya itu ada yang mengatur, karma adalah timbangan yang paling adil.”

Setelah semalam suntuk saya tak bisa tidur gara-gara kecopetan, hari ini pun saya masih belum tenang. Dengan berbekal fotokopi paspor dan foto diri yang memalukan – mata mengantuk dan sembab, rambut acak-acakan, karena baru dipotret dua jam lalu ketika saya masih syok dengan kejadian kemarin, saya menggeret Lam Li dan Qingqing ke kantor polisi di sebelah lapangan Hanuman Dhoka.

Kantor polisi ini tak pernah sepi. Selain polisi yang bersliweran ke sana ke mari, banyak pula pengunjung. Selain saya, ada pula turis yang melapor dompet hilang, paspor hilang, kamera hilang, dan sebagainya. Musim festival begini memang panen raya para maling.

Di ruangan khusus untuk kasus orang asing, ada sebuah papan yang penuh ditempeli kartu identitas macam-macam. Ada kartu pengenal dan kartu mahasiswa dari Polandia, Inggris, China, sampai Afrika Selatan. Di setiap kartu terpampang wajah-wajah pemiliknya. Mereka yang terpampang di sini, suatu saat pasti pernah mengalami rasanya kelabakan kehilangan kartu identitas di Kathmandu. Sayangnya, kartu saya tak ada di kumpulan ratusan kartu hilang ini.

           “Petugasnya sedang tak ada,” kata polisi, “Begini saja, kamu tinggalkan foto dan fotokopi paspormu di sini. Nanti saya sampaikan. Seminggu lagi kamu datang lagi ke sini ya. Investigasi sudah bisa dimulai.”

‘Investigasi’, ah betapa indahnya kata itu. Saya menaruh harapan sepenuhnya. Tepat seminggu kemudian, saya datang lagi dengan setumpuk impian – surat laporan kehilangan sudah jadi dan dompet saya berisi kartu-kartu identitas bisa kembali ke genggaman..

Tetapi saya memang terlalu optimis. Jangankan dompet kembali, mengurus laporan kehilangan pun perjuangannya masih sangat panjang. Laporan saya sama sekali belum diketik. Foto dan fotokopi paspor yang sudah saya serahkan seminggu sebelumnya pun hilang, entah terselip di mana.

Di kantor urusan orang asing ini, seorang wanita bertubuh subur, memakai sari yang memamerkan lipatan lemak di perutnya, mengetik dengan mesin tua. Hanya suara ketikan saja yang keras, kecepatan mengetiknya teramat lambat, mengandalkan dua jari telunjuk. Ia bukan sedang mengetik laporan kehilangan tetapi masih ada setumpuk pekerjaan lainnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com