Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (49): Sirkuit Annapurna

Kompas.com - 09/10/2008, 06:07 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]


Bagi sebagian besar turis asing, Nepal berarti gunung. Negeri ini memang mungil kalau dilihat secara horizontal. Dilihat dari sudut vertikal, Nepal berada dalam jajaran atas negara tertinggi di dunia.

Annapurna adalah serangkaian puncak Himalaya terletak di bagian barat Nepal. Annapurna I, puncak tertingginya mencapai 8.000 meter, dikelilingi saudara-saudaranya yang di atas 7.000 meter, senantiasa diselimuti salju dan memancarkan keagungan yang menjadi magnet datangnya turis ke negeri ini.

Semula saya kurang begitu tertarik dengan kegiatan turisme seperti mendaki gunung. Melihat distrik Thamel di Kathmandu yang dipenuhi perusahaan wisata menawarkan jasa porter dan pemandu, saya langsung muak. Saya tak pernah tahu, bahwa trekking berkeliling gunung pun bisa dilakukan secara independen tanpa harus memakai jasa biro tur.

Lam Li, si gadis Malaysia yang sudah berangkat dulu ke Annapurna, meyakinkan saya,
          “Keliling Annapurna pasti menarik sekali. Di sana, satu kali putaran, kamu bisa berjumpa delapan macam suku sekaligus, hidup di desa-desa yang masih asli.”

Saya sangat tertarik dengan keragamam suku dan budaya, tetapi saya masih belum yakin saya bisa melakukan perjalanan seperti ini. Saya tak pernah punya pengalaman naik gunung. Sekali naik, mengelilingi gunung suci Kailash di Tibet nyaris celaka.

Kepercayaan diri saya bertambah ketika berjumpa dengan Keith di Kathmandu. Keith, asal Amerika, terbang ke Nepal dari Bangkok khusus untuk mengelilingi Sirkuit Annapurna. Sirkuit ini adalah lintasan sejauh dua ratus kilometer lebih, ditempuh dalam waktu tiga minggu, mengelilingi barisan pegunungan Annapurna berlawanan arah jarum jam. Modelnya seperti ziarah suci mengelilingi Kailash, walaupun trekking yang satu ini lebih bersifat wisata daripada religius.

          “Kita bisa berangkat bersama-sama kalau kamu mau,” kata Keith.

Saya semakin mantap berangkat ke Annapurna setelah berhasil membujuk Nefransjah, backpacker Indonesia yang juga baru saja datang dari Thailand. Semula Nef sama sekali tidak membayangkan apa dan siapa itu Annapurna, apalagi jadwal jalan-jalannya cukup mepet gara-gara visa India.

          “Nef, kalau kamu belum ke Annapurna, berarti kamu belum ke Nepal,” bujuk saya sok tahu, padahal saya sendiri pun belum pernah melihat Annapurna atau membayangkan seperti apa perjalanan gunung itu.

Jadilah kami bertiga berangkat. Nampaknya hanya Keith yang siap sedia, karena memang itu tujuan aslinya. Ia tahu baju apa yang mesti dibawa, sepatu bot model apa yang harus dipakai. Sedangkan saya, seperti gaya backpacker santai, hanya tas punggung kecil berisi sweater, kaos, celana panjang, jaket, dan dua buku tulis, plus kamera kesayangan yang sudah rusak. Saya dan Nef juga sempat patungan membeli biskuit dan coklat, mungkin berguna di jalan. Tak lupa pula tiket taman nasional seharga 1500 Rupee, harus dibeli di Kathmandu atau Pokhara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com