Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (103): Mimpi di Air Keruh (2)

Kompas.com - 25/12/2008, 06:26 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]

         

          “Tunggu dulu,” kata Muhammad, lelaki dari Bihar.

Kulitnya hitam, matanya kuning tak bercahaya. Senyum bahagia tersungging di wajahnya. Ia memilih pakaiannya yang paling bagus, jubah panjang berwarna coklat bermotif bunga-bunga emas.

          “Sekarang kamu boleh potret saya,” katanya. Dengan bangga ia berpose di ruang kerjanya yang sempit, pengap, dan kumuh.

Muhammad adalah tukang setrika. Tumpukan ratusan baju dari dhobi ghat Mahalaksmi mengalir ke ruang sempit ini. Setrika andalannya entah berasal dari zaman mana sebelum saya lahir. Bentuknya sederhana. Tebal lempeng besinya hanya sekitar tiga sentimeter. Pegangannya sudah dibalut banyak tembelan. Kabel listrik yang sudah melintir tertancap pada salah satu sudut setrika itu.

Seperti Vinoj si tukang cuci, dulu Muhammad juga datang ke Mumbai dengan sebongkah mimpi. Mimpi yang sama pula. Nasibnya pun tak jauh berbeda, berakhir di ruangan kecil bertembok merah muda, dengan dinding yang sudah terkelupas di mana-mana.

Tempat tinggal Muhammad tak jauh dari dhobi ghat. Ini adalah kampung para penjemur dan tukang setrika. Saya melihat lautan kain putih tergantung di tambang yang berseliweran di lapangan ini. Tanahnya tertutup beberapa lapis sampah, mulai dari kulit pisang, plastik, kertas.. Bau busuk menyebar ke mana-mana.

Di sinilah mereka tinggal. Rumah-rumah kecil dan sederhana berbaris di pinggiran. Di satu sudutnya ada patung Lakshmi, dewi kemakmuran. Beberapa tetangga, melihat kuningnya mata saya, langsung menawarkan rumahnya untuk tempat saya tidur. Ini adalah segalanya yang mereka punya, yang tak segan-segan mereka tawarkan untuk tamu yang datang.

Kemiskinan tidak merenggut habis kebahagiaan hidup mereka. Saya masih terharu melihat senyum bahagia tersungging di wajah Muhammad, hanya sekadar untuk berpose dengan baju terbaiknya untuk dipotret kamera digital saya. Kebahagiaan yang begitu tulus dari hal yang teramat kecil.

Anak-anak dari perkampungan ini riang bermain ayunan dari kertas yang digantung pada ujung sebuah gerobak. Seorang kakek menggosok gigi dengan air comberan di tepi bak sampah. Wanita Hindu dengan sari kumal melintasi jalanan becek. Juga perempuan Muslim yang terbungkus dalam baju hitam-hitam yang hanya menyisakan sepasang mata yang menatap garang, lewat dengan tergesa-gesa.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com