Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (121): Jejak Masa Lalu

Kompas.com - 20/01/2009, 09:18 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]

Bayang mentari sudah lenyap di balik gunung cadas yang menjulang bak tembok raksasa di kiri dan kanan. Lembah Chapursan diselimuti gelap.

Aziz mengundang semua penumpang jip singgah di rumahnya untuk sekadar menghirup segarnya teh susu. Keramahtamahan adalah hukum utama di tempat ini. Semua orang suka menerima tamu.

          “Ini adalah rumah tradisional orang Tajik,” jelas Noorkhan seperti seorang guide, “terbuat dari tanah liat. Bentuknya kotak persegi atau kubus. Di dalam rumah inilah keluarga menikmati kehangatan.”

Rumah tanah liat itu, dari luar nampak seperti kotak kelabu yang tak menarik sama sekali. Di dalamnya, di balik tirai tebal yang menutup lubang pintu, kenyamanan sebuah keluarga langsung menyambut saya. Walaupun ukuran rumahnya tak besar, orang yang tinggal di sini banyak sekali. Lebih dari sepuluh yang jelas, setidaknya ada tiga generasi. Sistem kekeluargaan yang berlaku adalah semua kerabat tinggal bersama. Perlu diingat, sepasang suami istri bisa memproduksi sampai 15 orang anak.

Kehangatan tentunya bukan hanya karena banyak orang yang memadati ruangan ini. Di tengah ruangan ada tungku dan cerobong. Api menyala dari dalam tungku yang berisi kayu bakar dan ranting. Seorang perempuan menjerang air, menyiapkan gelas, menata roti.

Hanya ada satu ruangan di rumah ini. Di sekeliling tungku, keempat sisinya berupa panggung dari tanah. Kaum pria duduk di satu sisi, kaum wanita dan anak-anak di panggung seberang. Walaupun duduk terpisah, wanita anggota keluarga dan tamu laki-laki duduk di ruangan yang sama, bercakap-cakap.

          “Kami adalah pemeluk Ismaili,” kata Aziz, “dalam ajaran Ismaili perempuan sama derajadnya dengan laki-laki.”

Di bagian lain Pakistan, jangankan berada satu ruangan dengan kaum perempuan, memandang dan bercakap pun tak boleh. Orang Pakisan memang ramah tamah dan suka menerima tamu, tetapi kalau sudah urusan mengajak ke rumah biasanya agak berat, karena repotnya menjaga perempuan anggota keluarga agar jangan sampai terlihat orang luar. Tetapi di Chapursan, Karimabad, Sost, dan desa-desa lain di Lembah Hunza dan Gojal, aturannya jauh lebih longgar.

Aziz mengeluarkan sebuah benda yang dibungkus berlapis-lapis kertas. Nampaknya benda ini sangat berharga, terlihat dari caranya membuka lembar demi lembar bungkusan itu yang perlahan dan penuh kehati-hatian.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com