Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (131): Berjalan Lagi

Kompas.com - 03/02/2009, 07:13 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]

 

Saya melihat tetes air menggenangi mata Hassan Shah melepas kepergian anak-anaknya. Saya teringat air mata yang sama mengalir di kedua belah pipi ibunda saya.

Sudah sepuluh hari Karimabad terkunci dari dunia luar. Jalan Karakoram Highway, satu-satunya jalan yang menghubungkan Islamabad ke negeri Tiongkok melintasi barisan gunung tinggi Himalaya, tak bisa ditembus. Penyebabnya, badai salju menyebabkan beberapa titik sepanjang jalan ini ditimbun longsor. Batu-batu gunung raksasa bisa begitu saja berpindah tempat dari puncak sana ke badan jalan. Di belahan bumi ini, di tengah musim seperti ini, longsor batu sama lazimnya dengan chapati di pagi hari.

Lebih dari sebulan sudah saya terperangkap di Hunza. Semula saya datang dengan tubuh lemah, nafsu makan minim, dan mata kuning mengerikan. Tetapi udara pegunungan surgawi yang berdaya magis dalam sekejap menyembuhkan penyakit saya. Setelah beristirahat sekian lama, rasanya segenap semangat hidup saya sudah kembali lagi, walaupun saya belum yakin kekuatan tubuh ini sudah pulih seperti sedia kala.

Lepas dari hepatitis, sekarang saya ditekan rasa berdosa. Dulu semangat saya begitu meluap-luap, ingin segera membaktikan diri ke daerah gempa di Kashmir. Tetapi kini, saya tak lebih dari seorang turis lemah yang menghabiskan hari-hari di pondokan, menonton film India sepanjang hari, dan hanya mensyukuri keindahan hamparan salju yang putih bersih. Ada hutang yang belum terbayar, dan hutang itu membayangi setiap mimpi saya di firdaus dunia ini.

Hingga pada akhirnya, datanglah kabar gembira itu.

        “Besok kita ke Manshera,” seru Hussain Shah si juru masak, “karena jalan ke Islamabad sudah dibuka kembali.” Ia begitu gembira, akhirnya mendapat kesempatan juga keluar dari dusun ini.

Hussain Shah masih muda, 23 tahun umurnya. Tetapi ia nyaris tak pernah pergi ke mana-mana. Paling selatan sampai ke Mansehra, 700 kilometer jauhnya. Ke utara mungkin cuma sampai ke Gojal.

         “Kami ini susah,” kata Hussain, “sebagai penduduk Northern Areas, mendapatkan paspor Pakistan 100 kali lebih susah daripada orang Pakistan lainnya. Hanya China yang bisa dikunjungi dengan gampang, cukup dengan border pass saja. Mungkin China menganggap kita ini juga sebagai miliknya. Pakistan juga. Kami cuma orang kecil di tengah-tengah dua raksasa.”

Kalau Mansehra, Hussain sudah lumayan sering pergi. Sejak dua tahun lalu, kakaknya, si Salman, tiba-tiba kena serangan otak. Sekarang mental Salman masih belum stabil. Matanya kosong, kalau bekerja pun sering salah. Jiwanya tak lagi seutuhnya bersama raganya. Rambut Salman pun terus rontok.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com