Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (158): Keluarga Haji Sahab

Kompas.com - 13/03/2009, 07:53 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]

 

Masih ingat Pak Haji, atau Haji Sahab, yang meninggal di hari kedatangan saya di Noraseri? Rumah duka itu kini sudah mulai menampakkan keceriaan di tengah masa perkabungan.

Terlahir sebagai Sayyid Karim Haider Shah Kazmi, almarhum Pak Haji pernah tinggal selama 38 tahun di Saudi Arabia. Ia bekerja, menetap, dan menikah di sana. Istrinya orang Arab. Selama di tanah suci, Karim Haider sudah menunaikan ibadah haji tujuh kali. Karena itu begitu pulang, ia dikenal oleh penduduk kampung Noraseri sebagai Haji Sahab. Orang desa menyebut keluarga ini sebagai Arabwallah, orang Arab.

Pak Haji punya delapan anak. “Sebenarnya waktu itu kami sudah punya satu anak laki-laki,” kata Bu Haji, “tetapi Haji Sahab ingin satu putra lagi. Tetapi Allah berkehendak lain. Anak-anak berikutnya, sampai anak kedelapan, semua perempuan.” Bu Haji, atau Bari Amma (nenek besar) berusia lima puluhan, berkulit gelap seperti orang dari propinsi Baluchistan di selatan sana. Raut mukanya tenang, tak banyak bicara. Pakaiannya adalah shalwar kamiz sederhana dengan dupata yang berfungsi sebagai kerudung sekaligus penutup dada. Saya sempat tak percaya bahwa Bari Amma ini orang asing. Ketika baru datang dari tanah Arab dulu, bahasa Urdunya katanya tak jauh berbeda dengan bahasa Urdu saya yang amburadul, tetapi sekarang ia sudah sepenuhnya menjadi seorang wanita Pakistan.

Empat anak pertama mereka lahir di Saudi, sisanya lahir di Pakistan. Pak Haji, istrinya, dan keempat anak pertama berkewarganegaraan ganda. Anak yang kecil-kecil cuma memegang paspor Pakistan saja.

Hafizah, putri kesayangan Haji Sahab, dengan bangga mengisahkan tentang almarhum ayahnya kepada saya. “Kami sudah merelakan kepergiannya,” kata Hafizah yang baru berumur 22 tahun dengan bahasa Inggris yang cukup fasih, “ayah pergi dengan begitu tenang. Wajahnya begitu damai. Tak ada rasa sakit, tak ada penderitaan. Tak semua orang beruntung bisa meninggal seperti itu.”

Kematian Pak Haji di usia hampir 70 tahun itu bukan hanya kesedihan bagi keluarganya, tetapi juga seluruh penduduk Noraseri. “Almarhum Bapak orangnya ramah,” kata Hafizah, “hampir setiap malam keluarga kami menjamu orang. Kalau misalnya waktu makan malam tak ada tamu yang datang, Bapak malah mengeluh. Seperti ada yang kurang. Ada rasa bersalah dan tak enak.” Siapa penduduk Noraseri yang tak kenal dengan Haji Sahab, yang kemurahan hatinya sudah termasyhur di seluruh sudut gunung?

Kemurahan dan keramahtamahan yang sama dari anggota keluarga Pak Haji inilah yang mengundang saya melewatkan malam di rumah korban gempa ini, bersama putri-putri Pak Haji. Rumah ini dulu besar sekali, keluarga Pak Haji pastinya cukup terpandang di rumah ini. Beliau juga sangat moderat. Istrinya bekerja sebagai perawat dan Hafizah pun bekerja di rumah sakit yang sama. Pak Haji sangat bangga karena beberapa putrinya berpendidikan tinggi. Tak pernah Pak Haji memaksa seorang pun perempuan dalam keluarganya bersembunyi di balik purdah.

Mengenai masa lalu mereka, Hafizah berseru, “Dulu kami bahkan punya enam kamar!” Sekarang yang tersisa adalah sebuah rumah kayu sederhana dengan atap lempengan CGI. Keluarga ini hampir kehilangan semuanya. Rumah, mobil, harta benda. Para perempuan keluarga ini sekarang memasak di lapangan, karena dapur pun tak punya.

Dari semua kehilangan itu, tak ada yang lebih menyedihkan daripada si gadis bungsu yang tewas tertimpa reruntuhan rumah. “Adik bungsu kami adalah anak kesayangan Pak Haji,” lanjut Hafizah, “anaknya cerdas dan aktif. Waktu gempa bumi, ia sedang asyik menelepon dan tak sempat melarikan diri.” Pak Haji sangat kehilangan si bungsu. Dua orang cucunya yang masih balita pun ikut tewas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com