Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (189): Terkapar

Kompas.com - 27/04/2009, 07:36 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]

Dari Punjab yang panas membakar lalu perjalanan panjang dan menyiksa dalam gerbong kereta api kelas ekonomi, akhirnya sampai juga saya ke jantung propinsi Sindh. Saya terseok-seok lemas melangkah, memulai perjalanan di tempat yang sama sekali asing ini.

Tak sampai sepuluh menit saya singgah di Hyderabad. Kota ini dulunya terkenal sebagai Paris of India, karena konon jalanannya berbasuh harum wewangian. Sekarang di benak saya, yang tertinggal cuma jalan bolong-bolong, becek, kumuh, dan campur aduk.

Bus mini berguncang-guncang. Saya pun ikut bergetar beraturan, berdesak-desakan dengan penumpang di bangku belakang. Tujuan saya adalah Umerkot, tersembunyi di ujung pelosok Sindh, di tepian padang pasir Thar Parkar, berhadapan dengan India di seberang. Karena cukup terpencil, kendaraan langsung sudah tak ada, saya harus ganti kendaraan dulu di kota Mirpur Khas.

Pemandangan di luar sana sungguh kontras dengan hijaunya Punjab. Pasir kuning menghampar di mana-mana. Pohon padang pasir yang mirip nyiur berbaris renggang-renggang. Langit biru menudungi.

Anehnya, walaupun gersang, saya tak merasa panas. Tak ada lagi sengatan mentari yang mematikan seperti di Punjab sana. Angin sejuk semilir membasuh muka saya dari kaca jendela bus.

Dua jam perjalanan, saya tertidur pulas. Jalan raya berhenti di Umerkot, di ujung bumi Pakistan. Selepas ini terhampar padang pasir Thar sampai ke India. Luas, panas, kering, sehingga membayangkannya pun sudah membuat malas.

Saya langsung menuju alamat yang saya bawa: Om Parkash Piragani, Sami Samaj Sujag Sangat, Belakang benteng Umerkot, Sindh, Pakistan. Begitu saja. Tak ada nomor rumah, tak ada kode pos. Saya mendapat alamat ini dari Lam Li si wartawan Malaysia.  “Pergilah ke Umerkot. Temuilah Om Parkash. Tempat itu pasti menarik, karena Umerkot adalah kota Hindu di Republik Islam Pakistan,” demikian pesannya melalui email.

Ternyata memang tak susah menemukan ‘Sami Samaj Sujag Sangat’, sebuah LSM lokal di kota kecil ini yang mendapat sokongan dari UNDP. Tetapi Om Parkash yang saya cari-cari sedang tugas lapangan.

Soresh, kakak Parkash yang bertubuh sedikit gemuk, langsung membelikan sepiring qorma kambing. Minyaknya membanjir, sampai-sampai irisan daging itu seperti berenang-renang di piring. Aneh. Biasanya langsung terbit air liur saya melihat makanan penuh daging selezat ini, apalagi saya belum makan sama sekali sejak kemarin siang. Tetapi sekarang, nafsu makan saya lenyap sama sekali.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com