Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (190): Kuning Lagi

Kompas.com - 28/04/2009, 07:38 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]

Punjab diserang badai panas. Harian Dawn 14 Mei 2006 memberitakan, tiga puluhan orang tewas di Sialkot dan Lahore, karena suhu udara yang meledak hingga 50 derajad Celcius.

Saya terbaring lemah. Saya juga korban badai panas yang melanda Punjab. Minggu kemarin saya masih nekad keliling Multan dan Bahawalpur dengan berjalan kaki ke mana-mana. Kini, saya cuma bisa menghabiskan hari-hari di atas ranjang rumah Om Parkash Piragani di Umerkot.

‘Kawan lama’ saya, penyakit hepatitis, hinggap lagi di tubuh saya. Hasil cek darah kemarin menunjukkan angka SGPT melonjak dari batas normal 10 menjadi angka fantastis 1355. Bola mata saya kuning pekat, hilang cahaya kehidupannya. Saya tak pernah berhenti melihat cermin, mencoba menerima kenyataan, sekaligus berharap-harap cemas warna kuning menjengkelkan ini lekas-lekas pudar.

Satu hal yang patut disyukuri, penyakit liver saya meledak tepat ketika saya mencapai rumah Om Parkash. Di rumah besar yang dihuni puluhan orang ini, saya dibasuh dengan belaian kasih sayang dan perhatian. Saya tak pernah kenal Parkash sebelumnya. Tetapi dia begitu lembut merawat saya, seorang kawan baru, yang terkapar di rumahnya.

           “Kamu harus istirahat total,” kata Parkash, “jangan berpikir macam-macam. Tidur saja!”
           “Berapa lama?”
           “Berapa lama pun kamu mau. Rumah ini adalah rumahmu. Kamu boleh tinggal di sini selama-lamanya,” Parkash terus berusaha menenangkan kegundahan saya, seorang pasien yang tidak sabaran.
          “Jangan kuatir dengan mata kuningmu itu,” kata Parkash, “lihat mata saya!”

Mata Parkash juga kuning sekali. Dia pernah menderita hepatitis B yang saking parahnya sampai harus terkapar di ranjang enam bulan penuh. Bahkan hingga sekarang, kuning itu meninggalkan bekas di matanya.

Apakah mata saya akan menjadi kuning selamanya seperti mata Parkash, kehilangan pancaran cahaya kehidupan?

          “Hah. Siapa bilang? Bahkan Lam Li pun memuji mata saya cantik. Justru kuning ini membuat mata semakin indah.”

Saya memandangi mata Om Parkash lekat-lekat. Memang cantik. Kuning yang samar-samar itu tetap memancarkan semangat hidup.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com