Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (193): Tharparkar

Kompas.com - 01/05/2009, 07:33 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]

“Thar dan hatiku adalah dua nama untuk gurun yang sama,” demikian tulis Mazhar-ul-Islam, pujangga Urdu ternama.

Di atas atlas bumi, gurun pasir Thar tak lebih dari seonggok wilayah kerontang yang kosong, terbentang lebih dari 400.000 kilometer persegi, melintas perbatasan India dan Pakistan. Namanya membawa aroma kekeringan dan kegerahan. Namun kegarangannya juga membawa puja dan puji. Di padang gurun inilah, budaya Rajashtan, Sindhi, dan Gujarati bersatu padu, menghasilkan warna-warni membara di tengah muramnya gurun.

Di gurun luas di propinsi Sindh ini, lebih dari 800 desa dengan sejuta jiwa manusia berjuang untuk mempertahankan hidup. Inilah gurun pasir yang kepadatan penduduknya tertinggi di dunia.

Distrik Tharparkar adalah salah satu tempat terpencil dan terlupakan di negeri ini. Umerkot, kota Hindu yang menjadi ibu kota distrik ini, dulunya terisolasi dari dunia luar. Beberapa tahun silam, orang asing dilarang masuk ke sini tanpa izin khusus. Itu pun masih menjadi target pengawasan dinas intelijen Pakistan. Alasannya, daerah ini terbilang sangat sensitif, tempat tinggalnya minoritas Hindu dan dekat perbatasan dengan musuh bebuyutan India, ditambah lagi situasi keamanan provinsi Sindh yang terus bergejolak.

Saya beruntung mengenal organisasi Sami Samaj Sujag Sangat yang memberikan bantuan kemanusiaan dan memberdayakan suku-suku gurun. Saya sering diajak ikut dalam ‘kegiatan lapangan’ dan melihat langsung kehidupan desa-desa yang tersebar di pedalaman padang pasir ini.

Tharparkar, nama distrik ini, semula terdiri dari dua kata, Thar dan Parkar. Thar artinya ‘gurun pasir’.. Parkar adalah daerah di pinggiran gurun Thar. Umerkot dan desa-desa di Parkar di tepian gurun masih terbilang beruntung. Air dan sistem irigasi membuat daerah ini tak pernah kering total. Pohon-pohon hijau dan semak belukar masih menghiasi kehidupan. Penduduknya pun hidup menetap, menggembalakan sapi dan keledai di rerumputan sekitar rumah.

Yang tinggal di pedalaman gurun sebenarnya, di jantung Thar, harus bergulat dengan ganasnya padang pasir. Hujan tak pernah turun, rumput pun langka. Hewan-hewan ternak kurus kering. Air minum di sini lebih berharga daripada emas berlian.

Kami berkeliling gurun untuk memberi penyuluhan ke desa-desa. Di sebuah desa, kami hanya menyaksikan barisan gubuk-gubuk kosong tanpa penghuni. Tak ada lolongan anjing atau embik kambing sekali pun. Yang ada hanyalah tulang belulang keledai-keledai malang yang gigi geliginya mengguratkan penderitaan.

          “Ke mana penduduknya?” tanya saya.
          “Mereka semua pindah,” jelas Mumtaz, petugas lapangan Sami Samaj Sujag Sangat, “karena di sini sudah tidak ada air lagi. Ketika tak ada lagi tetesan air, apa lagi yang bisa dicari di tempat ini?”

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com