Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (202): Negeri Berselimut Debu

Kompas.com - 14/05/2009, 11:06 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]

          "Apa yang kau cari di Afghanistan?" tanya pria muda ini, di sebuah sudut gelap ruang tunggu visa di kantor konsulat Afghanistan di Peshawar.

Ruangan itu kotor. Selapis debu tebal menyelimuti lantai. Pemuda itu kemudian mencolekkan tangan kanannya di atas lantai.

          "Kamu mau melihat Afghanistan? Lihat saja tanganku. Kamu lihat debu ini? Kamu sudah melihat Afghanistan. Cukup. Di sana cuma ada debu!"

Debu-debu beterbangan bersama hembusan napasnya. Saya terbatuk-batuk.

Kantor konsulat Afghanistan dipenuhi orang Afghan. Mereka berpakaian mirip orang Pakistan, tetapi punya kebiasaan aneh suka menggigit syal yang melingkari leher. Tidak ada orang asing lainnya.

Visa Afghan tidak sulit. Datang pagi hari, sore bisa diambil. Harganya cuma 1 dolar per hari. Mau enam bulan, satu tahun, berapa pun boleh, asal punya duitnya. Tetapi kemudahan visa ini tidak serta merta mendatangkan ribuan rombongan turis ke Afghanistan. Situasi keamanan sejak serangan Amerika di negara itu semakin lama semakin memburuk. Baru-baru ini ada kerusuhan besar di Kabul. Bom bunuh diri juga mulai marak. Semakin jarang petualang yang berani menjelajah negeri itu dalam kondisi seperti ini.

Wahid, pemuda itu, berumur 25 tahun. Kulitnya putih bersih dan wajahnya tampan. Bahasa Inggrisnya sangat fasih, seperti belajar di negeri Barat saja. Dia juga tinggal di Hayatabad, tetapi bukan di perkampungan kumuh Kacha Garhi. Orang tuanya, katanya, dari keluarga yang cukup terpandang di Kabul.

Sebagai seorang Afghan, yang menggambarkan Afghanistan hanya sebagai selapis debu, Wahid sangat kecewa dengan negerinya. Kebenciannya terhadap Pakistan, yang baru dua tahun ditinggalinya, juga sama parahnya.

           "Buat apa kamu membuang-buang waktu di sini? Ini negara jorok."
           Lagi-lagi ia menjumput debu yang menutupi lantai ruangan itu, dan meniupkannya di hadapan saya.
           "Orang-orang di sini, makanannya cuma debu. Minumnya juga debu.. Tak ada yang bersih di sini. Dan orang selalu jadi sakit."

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com