Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Semarak Natal di Perancis

Kompas.com - 23/12/2009, 17:20 WIB

Natal sudah di depan mata. Sejak menetap di Perancis saya selalu merayakan natal bersama keluarga suami. Awalnya saya agak canggung. Tapi, mengenal tradisi dan keyakinan yang berbeda justru memperkaya hati dan wawasan kita.

Kali pertama menyambut natal di Perancis saya sempat dibuat bingung. Saat itu ibu mertua saya datang di awal Desember. Dia menyambangi rumah kami untuk membahas tema natal bersama saya, menantu semata wayangnya. Lho, saya kan bukan pemeluk agama kristiani dan saya tidak tahu menahu tentang seluk beluk natal.  

“Jadi, bagaimana menurut kamu Din? Setuju enggak kalau dekorasi meja natal saya pilih yang klasik? Kamu kan belum pernah natalan, jadi kita mulai dari yang klasik dulu aja kali ya,” ucap mertua saya serius.

“Hmmm....klasik juga boleh. Tapi, eee...kami kan enggak natalan Chris,” tukas saya.

“Ah Dini, saya juga bukan kristiani. Tapi, natal adalah tradisi yang harus dirayakan, dipestakan. Apalagi, natal adalah pestanya anak-anak,” jelasnya sambil tersenyum.

Saya ingat betul, itu adalah percakapan pertama kami soal natal di tahun pertama saya tinggal di Perancis. Saya agak canggung membicarakan natal bukan karena keyakinan, tapi karena saya memang tidak tahu apa-apa tentang natal. Sejauh yang saya pahami natal itu sinterklas, kado, dan pohon natal yang penuh hiasan. Selebihnya, soal makna di balik itu saya tidak tahu.

Terus terang saya mengkhawatirkan Adam. Saya paham, orang tua Kang Dadang ingin berbagi kebahagiaan pada perayaan tradisi masyarakat kristiani ini. Tapi, siapa yang bisa menjelaskan makna natal pada Adam? Saya jelas tidak paham. Sementara, orang tua Kang Dadang terakhir pergi ke gereja mungkin waktu mereka kecil.

Kang Dadang menenangkan saya. Ia menjelaskan, bagi keluarganya natal adalah murni tradisi. Natal adalah momen makan bersama, tukar kado, dan berkumpul di sekitar pohon natal yang dekoratif. Tak ada nyanyian atau doa yang dipanjatkan. Kaget juga saya mendengar ini.

Selama masa pacaran, kami tidak pernah membicarakan soal ini. Ketika Kang Dadang  menjadi mualaf, yang terjadi bukanlah seseorang yang pindah agama, tapi dari seseorang yang tak mempercayai adanya Tuhan hingga mengakui kebesaranNya.

Kedua orangtua saya di Indonesia memberi nasihat bijak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com