Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajarlah dari Pulau Dewata...

Kompas.com - 17/05/2010, 15:12 WIB

MALAM hari di pantai Jimbaran, Bali, mengundang kekaguman. Pantai itu menyajikan suasana berbeda dari pantai lainnya di Pulau Dewata. Meja-meja dan kursi tertata rapi di hamparan pasir putih, diterangi lilin pada setiap meja. Debur ombak mengempas menemani ratusan wisatawan yang menikmati makan malam seafood khas Jimbaran.

Pantai Jimbaran, yang panas waktu siang, disulap menjadi tempat makan terbuka yang nyaman dan bersih. Rumah-rumah makan seafood berderet rapi di sepanjang pantai. Mereka menyajikan tarian tradisional. Sore hari, wisatawan bisa makan kala surya terbenam.

Satu kelompok pengamen berpakaian khas Bali beraksi di antara meja-meja penuh wisman. Satu keluarga bule mengajak berfoto bersama. Salah satu pengamen ramah menawarkan diri memotretkan. "Masyarakat Bali sangat sadar mereka hidup dari pariwisata, maka mereka berusaha memberi layanan terbaik kepada setiap wisatawan," kata I Made Sujana, pemandu wisata.

Dan, angan pun terbang kembali ke Yogyakarta. Terbayang kawasan Malioboro: lokasi wisata andalan yang di malam hari menjadi pusat kuliner. Juga banyak pengamennya. Namun, ahh... Yogya masih kalah jauh. Malioboro terlihat kumuh. Aksi pengamen pun kalah telak.

Penataan kawasan obyek wisata di Bali secara umum tertata apik dan rapi. Pedagang suvenir disediakan kios-kios di sepanjang jalan masuk menuju lokasi obyek wisata, seperti di Tanah Lot. Tidak ada satu pun penjaga kios atau pedagang asongan yang memaksa wisatawan membeli dagangan.

Di sisi lain, tampak kerja sama erat antara biro perjalanan wisata dan pemandu, pengelola obyek wisata, serta masyarakat. Di Pantai Tanjung Benoa, misalnya, setiap tamu ditawari aneka olahraga pantai, seperti paralayang, banana boat, selam, atau kunjungan ke pulau penyu.

Kami pilih naik perahu menuju lokasi penangkaran penyu. Perjalanan 15 menit. Setiba di sana, kami disambut ramah. Di obyek wisata Garuda Wisnu Kencana, setelah wisatawan puas berfoto, petang harinya disuguhi tarian tradisional yang berkisah garuda Wisnu kencana. "Kami melibatkan desa setempat. Pecalang (keamanan desa) terlibat menata dan mengelola obyek wisata karena hukum adat sangat dihormati," kata Kepala Bidang Pemasaran Dinas Pariwisata Bali, Nyoman Wardawan. Pemprov membantu setiap desa dengan dana Rp 50 juta per tahun.

Bali punya 187 obyek wisata. Agar tak bosan, pemerintah setempat bersama swasta mengupayakan pembaruan agar obyek tak "itu-itu saja". Tak heran, setiap tahun Bali dikunjungi 10 juta wisatawan lokal dan 2,2 juta wisman. Sementara, Yogyakarta, yang secara kultural adalah saudara tua-bila dibandingkan-pada tahun 2009 dikunjungi 1,2 juta wisatawan lokal dan wisman 139.492 orang.

Pariwisata Bali dan DIY punya kesamaan karakter secara umum. Keduanya mengandalkan wisata seni budaya dan alam. Bali kaya obyek berbasis budaya, seperti candi dan pura, sajian tarian tradisional, wisata belanja suvenir khas Bali, dan wisata alam seperti Pantai Kuta, Sanur, Nusa Dua, dan Tanjung Benoa. DIY pun kaya obyek wisata budaya, seperti Candi Prambanan, Keraton, Kotagede, dan wisata alam seperti pantai.

DIY tak perlu bermimpi menyamai atau mengalahkan Bali dengan mendatangkan jutaan wisatawan. Yang perlu dilakukan, cukup belajar mengelola pariwisata dari Pulau Dewata agar lebih baik. Itu saja. (ERWIN PRASETYA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com