Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warung Kenangan Pasar Cihapit

Kompas.com - 26/01/2011, 08:24 WIB

Oleh: Putu Fajar Arcana

SIANG itu, sebagian menu yang disajikan di atas meja panjang sudah habis. Padahal, waktu baru menunjukkan pukul 12.30. Bu Eha si pemilik warung sudah duduk santai di kursi dekat meja di bagian kiri warung kecil itu. Namun, pembeli masih saja mengalir….

Di antara pembeli itu ada Kusmana (40-an), seorang guru SMP di Bandung. Boleh dikata, ia satu di antara begitu banyak pelanggan setia Warung Nasi Bu Eha yang lokasinya ”tersembunyi” dalam keramaian Pasar Cihapit, Kota Bandung.

”Saya makan di sini sejak tahun 1988, sampai sekarang rasa masakannya tidak berubah dan lekat di lidah,” tutur Kusmana, awal Desember 2010.

Pengertian pelanggan setia warung ini harus ditarik sejak masa awal kemerdekaan Indonesia dulu. Warung ini dibuka tahun 1947 oleh Ibu Nok, ibu kandung Bu Eha. Dan sejak itu orang-orang Belanda yang masih ”tertinggal” di Indonesia menjadi pelanggan yang pertama-tama. Bu Eha cerita, dulu warung ini memiliki beberapa menu yang disukai orang-orang Belanda.

”Ada yang namanya kentang ongklok. Itu kentang rebus dikocok dalam tangkup piring terus ditambah susu murni. Ada juga kastrol, kacang merah plus daging. Tapi sekarang menu-menu itu sudah tidak dijual lagi,” kata Bu Eha. Orang tua yang sudah berumur 80 tahun ini menolak menyebutkan nama aslinya. ”Sudah pokoknya Eha saja,” katanya.

Warung Nasi Bu Eha sekarang sebagian besar menyediakan menu berbasis masakan Sunda. Anda bisa mendapatkan soto bandung, gepuk daging, gulai kepala ikan kakap, udang goreng, perkedel, rendang, ayam goreng, pepes jamur, pepes ati ampela, ati sapi, dan beberapa menu lain. ”Saya mah tidak hafal…” kata Bu Eha. Pokoknya, tambahnya, menu di sini lengkap. ”Dan yang makan juga dari Sabang sampai Merauke sejak dulu.”

”Paling istimewa menunya sambel dadak, segerrr…” tutur Atasi Amin (45), pelanggan setia lainnya. Sambal ini sebenarnya tidak beda dengan sambal khas Sunda. Ia diracik dari bahan-bahan seperti cabai, tomat, terasi, dan jeruk limau. Cara penyajiannyalah yang menarik. ”Kalau ada yang pesan baru dibikin secara mendadak. Makanya sambal ini disebut sambel dadak,” tutur H Subagja (60-an), keponakan Bu Eha, yang juga setia mendampingi bibinya selama berjualan.

”Oh ia sih tidak digaji, senang-senang saja. Orang dia sudah punya dua rumah makan kok,” kata Bu Eha mengenai keponakannya. Subagja membenarkan kalau ia memiliki dua outlet rumah makan Ampera di Kota Bandung. ”Ya di sini sambil jaga Bu Eha,” kata Subagja tersenyum.

Prasmanan

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com