Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Tentara PETA di Benteng Vredeburg

Kompas.com - 21/04/2011, 14:07 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Pria-pria dengan seragam pasukan khusus Belanda Marechaussee atau Marsose, tentara Pembela Tanah Air (PETA), tentara Jepang, dan Polisi Istimewa terlihat berjaga di Benteng Vredeburg, Yogyakarta. Namun mereka bukan anggota satuan-satuan sesungguhnya. Mereka adalah pemandu wisata yang bekerja di benteng yang berada di ujung Jalan Malioboro itu.

Dengan pakaian ala tentara Pembela Tanah Air (PETA) Suseno (45) lugas memandu wisatawan yang datang ke Museum Benteng Vredeburg. Sesekali dia mengajak wisatawan berhenti sejenak di depan sebuah diorama dan menjelaskan peristiwa yang terjadi pada masa itu. Penuh percaya diri dan tidak terlihat ada keraguan dari Suseno saat menjelaskan secara detail peristiwa dari setiap diorama.

Suseno sudah menjalani profesi sebagai pemandu wisata sejarah Museum Benteng Vredeburg sejak tahun 1987. Bersama empat rekan lainnya mereka secara bergantian menjadi pemandu wisata museum benteng. Saat ditemui Kompas.com, Selasa (19/4/2011). Suseno ditemani rekannya Suryanto Pamuji (43) yang memakai pakaian marsose pasukan Belanda.

Dalam kerjanya, Suseno dan Suryanto biasanya memakai empat jenis pakaian. Yaitu seragam tentara Marsose, PETA, Jepang, dan Polisi Istimewa. "Kalo kerja di sini lebih banyak sukanya. Selain bertemu dengan banyak orang, pekerjaan ini juga membuat saya untuk terus menambah ilmu pengetahuan, khususnya mengenai sejarah perjuangan," kata Suseno.

Tuntutan itu membuat Suseno tidak hanya mengandalkan buku panduan dari museum. Namun dia juga membaca dari buku pelajaran SMP dan SMA. Bagi dia adalah sebuah kewajiban untuk bisa memberikan informasi yang berguna dan tepat kepada pengunjung. "Hanya saja kadang, kalo saya menerima rombongan pelajar, kadang nggak semuanya mendengarkan. Dari seratus itu paling cuma 25 anak yang mendengarkan, yang lain sudah foto-foto atau "gojekan" (becanda, Red)," kata ayah tiga anak ini.

Hal itu membuat lelaki yang juga bertani ini merasa miris dan sedih. Dia memiliki harapan, suatu ketika banyak orang yang datang ke museum, semakin tahu, mengenal dan pada akhirnya mencintai museum yang dibangun pada tahun 1760 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I ini. "Jika diijinkan oleh atasan, saya mau tetap ada di museum ini sampai seterusnya, karena bagi saya memberikan informasi kepada orang lain adalah sebuah ibadah dan rasa bahagianya tidak bisa dihitung dengan materi," kata Suseno.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com