Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tenun Ikat Timor Sarat Tradisi Bernilai Ekonomi

Kompas.com - 03/05/2011, 12:11 WIB

KOMPAS.com - Menenun menjadi kegiatan keseharian bagi masyarakat Timor, Nusa Tenggara Timur. Kain tenun ikat bernilai ekonomi tinggi dan menjadi sumber mata pencaharian utama. Satu lembar kain tenun ikat tak hanya bermakna tradisi, namun juga menggambarkan keuletan perajin dalam memproduksinya berbulan-bulan. Kain tenun ikat dari Timor bahkan bisa mencetak sarjana. Inilah pengalaman Cornelis Talom (68) bersama anak dan istrinya dalam melestarikan kain tenun ikat dengan cara sederhana.

Cornelis, tak kenal lelah menawarkan kain tenun ikat buatan istrinya di halaman hotel di Kupang, NTT. Meski hari makin larut, bapak tujuh anak ini masih bertahan berjualan, berharap tamu hotel tertarik membeli kain tenun berwarna cerah, khas motif amanatun dari Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).

Tak jauh dari tempat Cornelis berjualan, deretan toko suvenir memajang ragam motif kain tenun NTT. Bapak tua ini percaya diri bersaing dengan toko yang menjual berbagai model aplikasi tenun. Sebagai bentuk penghargaan atas usaha perajin tenun, pemilik toko juga tak melarangnya berjualan di depan pertokoan. Rupanya, Cornelis seringkali mengikuti tamu hotel menuju toko tersebut. Ia berharap, pengunjung toko sudi membeli kain yang ditenun keluarganya.

"Saya membawa lima lembar kain dan lima lembar selendang tenun khas TTS untuk dijual 1-2 minggu di Kupang. Saya sudah satu minggu di Kupang, kalau sudah laku, saya kembali ke kampung. Kain tenun ini yang membuat istri dan anak," tutur Cornelis yang berasal dari desa Sahan, kecamatan Nungkolo, kabupaten TTS, NTT, kepada Kompas Female di Kupang, beberapa waktu lalu.

Cornelis berjualan kain tenun sejak puluhan tahun silam dan memilih cara sederhana menjual produk kerajinan tangannya. Meski sederhana, pria buta huruf ini pantang menyerah menjajakan kain tenun dari desa. Kegigihan inilah yang membuat anak-anaknya bisa bersekolah hingga perguruan tinggi, dan beberapa di antaranya berprofesi sebagai guru. Saat berjualan tenun di Kupang, Cornelis menumpang di rumah salah satu anaknya. "Enam anak saya sudah menikah dan tinggal di Kupang," jelas pria yang tak bisa berbahasa Indonesia ini.

Pengunjung toko atau tamu hotel yang ditawari kain tenun oleh Cornelis, memang membutuhkan orang lokal untuk menerjemahkan bahasanya. Cornelis memang pantang menyerah. Tanpa terlihat ingin dikasihani, ia gigih menawarkan kain tenun dari kampungnya. Ia yakin, akan ada orang lain yang membantunya bertransaksi. Benar saja, malam itu, Cornelis berhasil menjual satu selendang tenun dari TTS kepada pengunjung toko, senilai Rp 75.000.

Sementara, kain tenun model selimut senilai Rp 600.000 belum berhasil terjual. Kakek sembilan cucu ini berharap keberuntungan akan kembali menghampirinya esok hari. Setelah mendapatkan pembeli malam itu, Cornelis beranjak pulang menuju kediaman anaknya. Ia percaya diri, selendang tenun yang diproduksi selama lima hari, dan kain tenun selimut yang dibuat selama delapan bulan, akan memikat hati pengunjung toko atau tamu hotel, esok atau lusa.

Baginya membuat kain tenun di kampung, lalu menjualnya di kota, menjadi pekerjaan menguntungkan. Karena itulah, salah satu anak laki-laki Cornelis melakukan hal serupa. Membuat dan menjual kain tenun dengan cara sederhana seperti bapaknya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

4 Oleh-Oleh Desa Wisata Koto Kaciak, Ada Rinuak dan Celana Gadebong

4 Oleh-Oleh Desa Wisata Koto Kaciak, Ada Rinuak dan Celana Gadebong

Travel Tips
Istana Gyeongbokgung di Korea Akan Buka Tur Malam Hari mulai Mei 2024

Istana Gyeongbokgung di Korea Akan Buka Tur Malam Hari mulai Mei 2024

Travel Update
Desa Wisata Lerep, Tawarkan Paket Wisata Alam Mulai dari Rp 60.000

Desa Wisata Lerep, Tawarkan Paket Wisata Alam Mulai dari Rp 60.000

Jalan Jalan
Itinerary Seharian Sekitar Museum Mpu Tantular Sidoarjo, Ngapain Saja?

Itinerary Seharian Sekitar Museum Mpu Tantular Sidoarjo, Ngapain Saja?

Jalan Jalan
 7 Olahraga Tradisional Unik Indonesia, Ada Bentengan

7 Olahraga Tradisional Unik Indonesia, Ada Bentengan

Jalan Jalan
5 Tips Liburan dengan Anak-anak Menggunakan Kereta Api Jarak Jauh

5 Tips Liburan dengan Anak-anak Menggunakan Kereta Api Jarak Jauh

Travel Tips
Mengenal Desa Wisata Koto Kaciak, Surga Budaya di Kaki Bukit Barisan

Mengenal Desa Wisata Koto Kaciak, Surga Budaya di Kaki Bukit Barisan

Jalan Jalan
Aktivitas Wisata di Bromo Ditutup mulai 25 April 2024, Ini Alasannya

Aktivitas Wisata di Bromo Ditutup mulai 25 April 2024, Ini Alasannya

Travel Update
Bali Jadi Tuan Rumah Acara UN Tourism tentang Pemberdayaan Perempuan

Bali Jadi Tuan Rumah Acara UN Tourism tentang Pemberdayaan Perempuan

Travel Update
Hari Kartini, Pelita Air Luncurkan Penerbangan dengan Pilot dan Awak Kabin Perempuan

Hari Kartini, Pelita Air Luncurkan Penerbangan dengan Pilot dan Awak Kabin Perempuan

Travel Update
Usung Konsep Eco Friendly, Hotel Qubika Bakal Beroperasi Jelang HUT Kemerdekaan RI di IKN

Usung Konsep Eco Friendly, Hotel Qubika Bakal Beroperasi Jelang HUT Kemerdekaan RI di IKN

Hotel Story
Ada Women Half Marathon 2024 di TMII Pekan Ini, Pesertanya dari 14 Negara

Ada Women Half Marathon 2024 di TMII Pekan Ini, Pesertanya dari 14 Negara

Travel Update
5 Tempat Wisata di Tangerang yang Bersejarah, Ada Pintu Air dan Makam

5 Tempat Wisata di Tangerang yang Bersejarah, Ada Pintu Air dan Makam

Jalan Jalan
Dampak Rupiah Melemah pada Pariwisata Indonesia, Tiket Pesawat Mahal

Dampak Rupiah Melemah pada Pariwisata Indonesia, Tiket Pesawat Mahal

Travel Update
4 Tempat Wisata di Rumpin Bogor Jawa Barat, Ada Curug dan Taman

4 Tempat Wisata di Rumpin Bogor Jawa Barat, Ada Curug dan Taman

Jalan Jalan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com