Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Undang-undang sampah

Kompas.com - 15/07/2011, 01:03 WIB

Cerpen Susan Gui

Colored child at carnival Where is the Jim crow section On this merry go round Mister,cause I want to ride? Down south where I came from White and colored...

-Langton Hughes-

Hari ini, seharusnya aku duduk bersama mereka dibangku sekolah yang dicat coklat. Seharusnya, aku memakai seragam yang ibu beli di pasar Senen tahun lalu. Seharusnya aku memakai tas baru, membawa buku yang sudah rapih disampul dan membawa peralatan sekolah yang serba baru. Ya, hari ini adalah hari pertama masuk sekolah. Seharusnya aku memakai seragam merah putih, pasti terlihat gagah sekali.

Tapi, kini aku berdiri diantara tumpukan sampah, menatap cakrawala yang memburat semu di antara awan-awan yang menggumpal. Aku seorang anak laki-laki yang menatap awan dengan mimpi.

Semalam, ibu menangis dihadapanku. Beliau mengatakan hal yang selama ini aku takuti, “Aku tidak mungkin sekolah.” Kata-kata itu seketika membuat gumpalan awan makin lekat hitam.

Biaya masuk sekolah sangat mahal untuk keluarga kami, sudah cukup lama ibu menabung dicelengan yang terbuat dari tanah liat berbentuk ayam. Tapi, tetap saja uang itu tidak cukup. Ibu tidak sanggup lagi membayar uang sekolah apalagi memikirkan uang jajan agar aku tampak sama dan wajar seperti siswa/siswi yang lain.

Ibu selalu bilang sekolah itu mahal; berharga. Karena itu, Ibu memintaku untuk berhenti sekolah dan mulai mendaftar di sekolah untuk anak pemulung atau SUAP. Aku hanya merasai pilihan itu adalah yang terbaik. Aku masih menggenggam mimpiku sebaik-baiknya dan mempercayainya dengan segala daya upaya yang kumiliki.

Kini, Aku berdiri diatas tumpukan sampah. Berdiri seperti seorang raja yang ingin menaklukan dunia, aku menantang matahari untuk membakar tubuhku hingga kesum-sum; biarlah. Yang kumiliki hanya segaris keyakinan untuk tetap mempercayai impianku.

Aku merentangkan tanganku, membentuk garis horisontal. Aku adalah raja atas duniaku sendiri. Aku berdiri di antara kerajaan yang bergelimangan kekayaan batin, yang tidak dimiliki kebanyakan orang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com