Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkunjung ke Khajuraho, Kuil Kamasutra

Kompas.com - 04/08/2011, 09:36 WIB

KOMPAS.com - Embusan embun pagi yang mencair diterpa mentari terbit membangunkan kami di kabin yang masih penuh dengan penumpang. Dua turis asal AS itu nampak masih tertidur pulas dibalut sleeping bag tipis miliknya, kami sibuk berbenah dan mengantre di wastafel kereta untuk menggosok gigi, sangat berlebihan bila kami katakan kami menggunakan air subtansi kereta untuk membilas, tentu saja tidak. Kami menggunakan air mineral botol yang kami beli untuk minum, bahkan terkadang kami lebih memilih menggunakan tisu basah atau air mineral untuk kebersihan lainnya. Mungkin kami memang terlalu ekstrem memperlakukan negara ini, tetapi semuanya kami lakukan berdasarkan petunjuk beberapa travel tips yang diterbitkan buku-buku travel kebanyakan.

Pagi ini indah, dan terasa lebih sejuk, aroma hijau daun menampakkan senyum kota ini kepada kami, menyapa kami hingga kereta berhenti di stasiun yang dimaksud. Stasiun ini bukan stasiun besar seperti kota lainnya, hanya terdapat beberapa platform yang aktiv mengisi aktivitas perkereta apian. Kami dan Jack serta pasangannya menuju pangkalan taksi dan angkutan umum lainnya yang letaknya masih disekitar stasiun. Tak ada angkutan umum yang langsung ke desa Khajuraho, kami terpaksa harus menggunakan jasa taksi untuk sampai ke desa tersebut.

Taksi yang dimaksud ternyata tak seperti taksi kota kebanyakan yang menggunakan argo, bentuknya seperti mobil-mobil pribadi yang disewakan, bahkan diantaranya ada yang berbentuk jeep, 800 Rupees harga rata-rata yang mereka tawarkan. Namun bila Anda pintar menawar, harga bisa turun mencapai 500 – 600 Rupees tergantung jenis mobil yang Anda minati. Konon karena jalan sepanjang Satna agak rusak, maka kami memutuskan memilih Jeep demi kenyamanan, antara model mobil yang lainnya hanya selisih 50 Rupees, dan tak semua mobil memiliki AC. Jadi Anda harus teliti dengan kondisi dan fasilitas mobil yang akan Anda pilih, barulah menentukan harga yang pantas untuk penawaran terakhir.

Biasanya taksi-taksi disini bisa memuat 4 hingga 5 penumpang, jadi untuk menghemat biaya, Anda bisa patungan atau sharing cost dengan penumpang lainnya. Kebetulan jumlah kami cukup untuk muatan 1 Jeep, mengingat bagian belakang Jeep akan penuh dengan barang-barang bawaan kami.

Setelah melalui penawaran yang cukup alot, kami dapatkan harga 600 Rupees untuk 4 orang dengan jenis mobil Jeep dan berAC. Jeep ini mulai beraksi di jalan-jalan rusak sepanjang desa Satna, hampir setengah jam berlalu, akhirnya jalan aspal lebar mulai kami temui. Konon Satna dan Khajuraho dihubungkan oleh tanah-tanah perbukitan yang cukup landai, layaknya jalan-jalan sepanjang Puncak Bogor, kami melalui aspal-aspal halus, berkelok-kelok menaiki perbukitan dengan pepohonan rindang serta perkebunan teh yang menghijau, dan udara sejuk yang sama sekali tidak berdebu, membuat perjalanan terasa nyaman.

Dua setengah jam perjalanan tak terasa telah berlalu, ngobrol ngalor-ngidul hingga ketiduran sepoi-sepoi pun akhirnya membawa kami pada gapura besar bertuliskan Khajuraha, Khajuraha atau Khajuravaka adalah nama asli desa tersebut saat pertama kali ditemukan. Terdapat satu jalur rel kereta api sepanjang jalan, dari papan bilboard petunjuk yang berada di dekat gapura ini masih 11 km menuju tengah desa, dimana pusat peninggalan paling kontroversial se India itu tergelar di sebuah perkomplekan.

Tidak lebih dari 20 menit saja, kami tiba di sebuah pertigaan jalan yang penuh dengan penginapan-penginapan, sebuah kawasan penginapan nampak nyaman dengan dibatasi pagar tembok setinggi 1 meter, tepat di depan kawasan ini merupakan kuil Khajuraho yang terkenal dengan ukiran-ukiran bertajuk Kamasutra.

Kami bergegas menuju penginapan yang menurut orang sekitar termasuk penginapan murah dan memiliki fasilitas yang memadai. Letak Yogi guest house, nama penginapan itu memang agak menjorok kedalam, tapi guest house ini memang benar-benar bersih dan memadai, bahkan penginapan dengan harga 250 Rupees permalam ini menyediakan jasa penyewaan motor dan sepeda.

Seorang resepsionis menyambut kami dengan ramah, setelah mengisi buku tamu dan menyerahkan selembar foto-copy pasport kami segera diantar oleh roomboy yang baik hati membawakan backpack kami hingga ke kamar. Kamar dan toiletnya cukup luas, dan sangat bersih serta nampak terawat. Dua buah single bed nampak asri dibalut dengan sprei bunga-bunga, ditemani sebuah kaca rias dan satu buah lemari yang cukup besar. Membuat kami betah untuk segera berleha-leha setelah mandi.

Semangat ingin segera mengunjungi kuil ini kandas diterpa awan hitam yang mulai mengusik hari yang sedari tadi panas, tak lama setelah makan siang di sebuah restoran yang letaknya tepat di depan komplek kuil tersebut, hujan pun mengguyur deras pedesaan yang konon sudah hampir 3 tahun belakangan gersang. Kira-kira begitulah yang dikisahkan seorang pelayan setengah baya yang bekerja di Raja Cafe ketika mencoba mengungkapkan rasa syukurnya kepada Tuhan.

Rupanya selain ramai pengunjung dan letaknya yang menghadap kuil, restoran ini juga memiliki citarasa masakan yang sangat kreatif, nampaknya bumbu-bumbu yang dipakai telah banyak disesuaikan kepada lidah internasional, sehingga apapun menunya, anda tidak akan mengalami kekacauan rasa seperti yang travel kuliner biasa katakan tentang kesan pertama masakan India.

Langit masih merah saat gelap kian menyapa, kami bergegas berlarian diatas rintik hujan yang sedari tadi tak jua kunjung berhenti, bahkan  ketika tiba saatnya makan malam, kami masih ditemani hujan yang makin deras menikmati beberapa menu masakan Yogi Lodge di restoran yang tersedia di lantai rooftopnya. Dan untuk kedua kalinya kami dibuat berpikir atas pernyataan syukur yang dibuat oleh si pemilik penginapan tentang hujan yang hampir 3 tahun ini tak pernah datang.

Dari ceritanya kami dibawa mengilhami anugerah Tuhan hari ini, betapa ketika kami melihat sungai sepanjang desa ini mengering, pemandangan yang nampak pun terasa hambar, lalu dengan ceritanya kami diajak menebak-nebak esok hari saat air hujan mulai menggenangi sungai, membuat alam desa ini akan lebih hidup. (Bersambung) (Zee)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com