Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pariwisata, Pilar Ekonomi Raja Ampat

Kompas.com - 22/11/2011, 11:26 WIB

Anyaman daun pandan pantai kering buatan Maria Fakdawer (56) mulai membentuk pola bintang segi enam pada bagian dasar bayai atau tempat menyimpan sagu. Nanti, jika sudah berwujud, bayai itu akan dijual kepada wisatawan yang berkunjung ke kampungnya sebagai suvenir khas Raja Ampat.

Dulu, produk kreatif, seperti bayai, topi, snat (tikar), kotak pinang, kabulin (koper tradisional), dan piring anyaman, hanya dipakai sehari-hari. Tapi, tiga tahun terakhir, barang-barang itu malah bernilai ekonomi karena diburu turis asing. Untuk bayai dijual berkisar Rp 50.000-250.000, sedangkan topi durian gelombang dijual Rp 200.000 per buah.

”(Pengerjaan) Satu topi butuh waktu empat hari membuatnya. Kalau bayai dua hari saja. Sebulan, mama bisa menjual tujuh topi, atau dapat Rp 1 juta,” ujar Maria, Jumat (21/10), di area pameran Pantai Waisai Tercinta di Festival & Travel Mart Raja Ampat 2011.

Hampir semua ibu rumah tangga di Kampung Arborek dan Sawinggrai membuat kerajinan anyaman. Di kampung lainnya memproduksi kerajinan tempurung kelapa, kerang, anyaman lidi kelapa, dan ukiran kayu yang dikerjakan kaum laki-laki. Menurut Novalin Patimuhai, Ketua PKK Distrik Meosmansar, penghasilan keluarga tak lagi bergantung pada tangkapan ikan. Meski hasilnya tidak besar, penjualan kerajinan mampu menutupi kebutuhan biaya sekolah anak.

Usaha kreatif skala rumahan itu kian berkembang setelah Pemerintah Kabupaten Raja Ampat menjadikan pariwisata sebagai tulang punggung perekonomian daerah. Pilihan itu karena besarnya potensi alam bahari, keragaman tradisi budaya, dan perjalanan sejarah di gugusan pulau di kabupaten yang 80 persen wilayahnya adalah laut. Mulai 2008, sebagai kabupaten yang baru terbentuk tahun 2003, Raja Ampat getol membangkitkan industri pariwisatanya.

”Meskipun kami punya potensi pertambangan, bukan itu yang diunggulkan. Pariwisata lebih kami kembangkan karena manfaatnya jangka panjang dan tak pernah habis. Dampak industri pariwisata ini multisektor,” jelas Yusdi N Lamatenggo, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Raja Ampat.

Pengembangan industri jasa pariwisata dilakukan di empat pulau besarnya, Pulau Waigeo, Misool, Batanta, dan Salawati, serta kepulauan kecil-kecil di sekitarnya. Sederet cara dilakukan Pemkab Raja Ampat, mulai dari pembangunan bandara yang dilakukan bertahap sejak tahun 2008 di daerah Waewo, perbaikan jalan, penyediaan listrik, hingga kampung wisata.

Untuk bandara, diperkirakan selesai 1-2 tahun lagi. Saat ini, baru sampai pembuatan landasan pacu sepanjang 800 meter. Pembangunan jalan, bertambah dari 171 km (2009) menjadi 220,5 km (2010). Adapun listrik, pemerintah daerah saat ini baru mampu menjamin pasokan di Waisai, Pulau Waigeo, sementara listrik di tiap pulau dan resort yang tersebar, terpaksa swadaya.

Kampung wisata

Strategi jitu lainnya, membangun kampung wisata di kampung-kampung yang punya potensi keindahan alam laut, pantai, dan fauna di hutannya. Kini, sudah ada lima kampung wisata, Yenwaupnor, Arborek, Yenbuba, Sawinggrai, dan Sawandarek, dan rencananya akan terus ditambah. Keberadaan kampung wisata menjadi aktualisasi keterlibatan langsung masyarakat sebagai operator dan penyedia jasa wisata.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com