Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena Pertapaan Sukorini...

Kompas.com - 24/02/2012, 10:21 WIB
Syahrul Munir

Penulis

SEMARANG, KOMPAS.com - Modernitas menuntut manusia berpikir maju dan realistis. Namun diakui atau tidak, sebagian masyarakat masih terkungkung dalam orientasi spiritual mereka. Sekat-sekat sosial tak menjamin mereka terbebas dari pengaruh itu. Fenomena tersebut secara kasat mata dapat dilihat di Pertapaan Sukorini, di Desa Kemitir, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang.

Di puncak bukit seluas 100 meter persegi ini diyakini oleh sebagian masyarakat sebagai petilasan Begawan Manikmoyo atau dikenal sebagai Hanoman, salah satu tokoh dalam pewayangan. Roh-nya dijadikan perantara untuk memudahkan seseorang lepas dari segala macam kesulitan, atau bisa memuluskan tujuan mendapatkan segala keinginan.

"Ramainya hari Jumat Kliwon. Banyak yang pengen usahanya lancar, naik pangkat, dapat jodoh, cepat kaya, lepas dari utang," ungkap Giyono Imam Prasetyawan (40), salah satu juru kunci Pertapan Sukorini, Kamis (23/2/2012) kemarin.

Menurut Giyono, Pertapan Sukorini mulai ramai dikunjungi pada medio 2005. Banyak dari mereka adalah pejabat dan pengusaha. Mereka datang dengan membawa mobil mewah "Kalau yang dekat-dekat dari Magelang, Jogja, Solo. Tapi yang dari luar daerah seperti Bandung, Tasik, Garut, Banten juga banyak. Dari luar pulau ada Palembang, Irian, Sulawesi bahkan pernah juga dari Thailand," terangnya.

Giyono adalah juru kunci kedua. Juru kunci utama adalah Mbah Marno. Kepada Mbah Marno inilah calon peziarahc--sebutan untuk pengunjung, harus mendaftarkan diri, menjadwalkan semedi termasuk melengkapi persyaratannya. "Kalau hajatnya sederhana hanya bawa rokok kretek dan wedang kopi. Tapi yang permintaannya berat syaratnya juga banyak seperti bukhur, kembang telon, kembang setaman, menyan arab, dupa manten," lanjutnya.

Biasanya peziarah menyerahkan tetek bengek persyaratan itu kepada juru kunci dengan mengganti dengan uang. Dalam kepercayaan masyarakat Jawa kuno tempat-tempat yang tinggi biasanya disakralkan untuk pujabhakti atau sembahyang. Pertapaan Sukorini berada satu garis dengan candi Gedongsongo dan Gunung Ungaran. Berada di ketinggian 1100 diatas permukaan laut (dpl) dengan suhu 15-25 derajat celcius membuat tempat ini banyak ditumbuhi vegatasi pohon-pohon besar dan berlumut.

Untuk menuju atas bukit Sukorini pengunjung harus menaiki lebih dari 150 anak tangga selebar 25 X 80 centimeter yang terbuat dari beton. Harus ekstra hati-hati lantaran berlumut dan kemiringan hingga 30 derajat.

Arif Dhewanto, warga Semarang secara kebetulan melintas dari arah Temanggung menuju Sumowono. Awalnya ia penasaran ketika mendapati banyak mobil parkir di pinggir jalan, lantas ia mencoba naik bukit. "Waspada bagi penderita asma. Makin ke atas makin sedikit oksigennya, makin gak bisa nafas. Bisa dibayangkan kalau di sini ada 10 orang membakar kemenyan atau hio bersamaan. Bisa habis kita," kata Arif dengan nafas tersengal saat mencapai puncak bukit.

Sayangnya, tak satupun tamu bersedia diwawancarai. Boleh jadi mereka menganggap tak patut permohonan pribadinya diketahui banyak orang. "Tugas kami hanya mengantar. Selebihnya terserah peziarah," cetus Giyono.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com