Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wisata Swadaya Kreasi Orang Gunung

Kompas.com - 02/04/2012, 15:49 WIB

Bagi orang-orang di Desa Bantaragung, Majalengka, Jawa Barat, turun gunung merupakan keputusan yang berat. Itu berarti bakal kehilangan mata pencarian. Namun, kesadaran akan pentingnya kelestarian lingkungan membuat mereka turun gunung untuk menjaga kampung dari bencana.

Cuaca cerah di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) Resort Bantaragung, Kecamatan Sindangwangi. Di bawah pondok bambu, sembilan orang menyantap gurihnya mujair goreng suguhan ibu-ibu pengelola kantin obyek wisata alam Curug (air terjun) Cipeuteuy.

Dari kejauhan, segerombolan muda-mudi bercengkerama di bangku-bangku bambu. Sebagian asyik berkecipak air di kolam yang menampung curahan air terjun setinggi 10 meter (m) yang oleh warga setempat dinamai Curug Cipeuteuy.

Obyek wisata itu sederhana tetapi toiletnya bersih, dilengkapi enam pondok mungil untuk beristirahat. Ada lima curug yang ada di wilayah itu, tingginya masing-masing 3 m, 6 m, 7 m, 10 m, dan 30 m. Dari curug-curug itu, hanya curug berketinggian 3 m, 6 m, dan 10 m yang telah dikelola menjadi obyek wisata. Sisanya masih alami, dengan rimbun ilalang dan air menyembul dari celah tanah bukit.

Kekurangan paling menonjol adalah jalan akses sejauh 5 kilometer yang kondisinya rusak berat. Jalan selebar kurang dari 2 m itu sebagian berupa jalan batu (makadam) dengan tanjakan dan turunan tajam.

”Ya, inilah penghidupan kami sekarang. Kami memulainya dari nol dengan dukungan dan ide-ide dari Pak Danres (Komandan Resor),” kata Marta Atmadja (55), Ketua Koperasi Agung Lestari, Selasa (20/3/2012).

Pak Danres Bantaragung bernama Dadan (39) yang disebut- sebut Marta rupanya tak mendengar dan masih asyik berselonjor kaki.

Obyek wisata curug itu dibangun atas inisiatif penduduk sebagai kompensasi atas larangan merambah hutan dan bertanam sayuran di wilayah TNGC. Mereka amat kehilangan saat pemerintah mengubah status Gunung Ciremai dari hutan lindung menjadi taman nasional pada 2004. Perubahan status itu berimbas pada peralihan pengelola, yakni dari Perum Perhutani kepada Balai Taman Nasional Gunung Ciremai.

Warga Bantaragung terpaksa ”turun gunung”. Konsep pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM) yang dikembangkan Perhutani tidak bisa lagi diterapkan. Sebagai wilayah taman nasional, hutan di Ciremai hanya boleh dimanfaatkan untuk keperluan konservasi, jasa lingkungan, dan wisata alam.

Tanaman tumpang sari warga seperti bawang merah, jagung, cabai, wortel, dan brokoli, yang ditanam di sela-sela pinus, harus ditinggalkan. Bersama itu, pembalakan liar yang sudah menjadi rahasia umum kerap dilakukan warga di kawasan hutan—serta oknum berbaju seragam—juga mesti distop. Mereka yang turut bersantap pada siang itu adalah juga perambah hutan dan pemburu yang dulu menentang perubahan status.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com