Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Sowohi" di Balik Kesultanan Tidore

Kompas.com - 23/05/2012, 16:05 WIB

Oleh A Ponco Anggoro

Negeri di atas awan. Begitulah kira-kira sejumlah warga Pulau Tidore, Maluku Utara, menyebut tempat tinggal para sowohi, penghubung antara pihak kesultanan dan roh para leluhur. Sowohi juga berperan dalam merestorasi budaya Tidore.

Kelurahan Gura Bunga, itulah sebetulnya nama dari negeri di atas awan tersebut. Gura Bunga berarti taman bunga. Tidak salah jika disebut begitu karena hampir di setiap halaman rumah warga, bunga warna-warni bisa terlihat.

Namun, tidak keliru juga jika kelurahan itu disebut negeri di atas awan. Pasalnya, posisinya berada di ketinggian, di lereng Gunung Kie Matubu, gunung dengan tinggi 1.730 meter di atas permukaan laut. Kabut kerap menyelimutinya. Tidak jarang awan terlihat mengambang di bawah desa yang dihuni oleh sedikitnya 80 keluarga tersebut.

Di antara rumah-rumah penduduk yang tertata apik, rumah puji yang menjadi tempat tinggal sowohi berada. Semuanya ada enam rumah puji untuk enam sowohi yang ada.

Keenam rumah puji ini diperkirakan sudah berusia ratusan tahun, dan digunakan seperti ”rumah dinas” bagi yang menjabat sowohi. Tidak seperti rumah lainnya yang berdinding batu bata dan beratapkan seng, keenam rumah itu berdinding bambu dan atapnya dari pelepah daun sagu. Lantainya pun masih tanah, tidak seperti lantai rumah pada umumnya yang berbahan keramik.

Di ruang puji, salah satu ruang di rumah puji yang berfungsi sebagai tempat berdoa, penggunaan lampu listrik sangat tabu sehingga hanya mengandalkan pelita. Di ruangan ini terdapat tempayan berisi air suci dari sumber air di puncak Kie Matubu dan sejumlah dupa tempat membakar kemenyan.

”Sudah menjadi pesan turun-temurun dari sowohi sebelumnya bahwa bentuk rumah tidak boleh diubah. Begitu pula larangan pemakaian listrik di ruang puji,” ujar Yunus Hatari (57), salah satu sowohi.

Yunus yang berasal dari marga Fola Sowohi telah diangkat menjadi sowohi sejak tahun 2001. Dia memimpin lima sowohi lainnya yang berasal dari lima marga, yaitu Mahifa, Toduho, Tosofu, Tosofu Malamo, dan Fola Sowohi. Sejak ratusan tahun lalu, dari kelima marga inilah sowohi berasal.

”Keenam sowohi ini dalam struktur Kesultanan Tidore disebut sebagai pemerintahan gelap. Adapun Sultan Tidore beserta perangkat kesultanan di bawahnya disebut pemerintahan terang,” kata Sekretaris Kesultanan Tidore, Amin Faaroek.

Disebut demikian karena sowohi diyakini bisa menjalin komunikasi dengan roh leluhur, sesuatu yang sulit dilakukan Sultan Tidore ataupun perangkat di bawahnya. Sementara itu pemerintahan terang yang dipimpin Sultan Tidore bertugas menjalankan roda pemerintahan kesultanan.

Komunikasi dengan roh leluhur itu menjadi syarat utama tindak-tanduk Kesultanan Tidore. Bahkan hingga sekarang, hal-hal penting yang hendak dilakukan oleh Kesultanan Tidore harus seizin sowohi. Karena itu, menurut Amin, kedudukan sowohi dan sultan di struktur Kesultanan Tidore setara.

Dalam pelaksanaan Festival Tidore, sejak 31 Maret sampai 12 April 2012, misalnya, sowohi berperan sentral memulai rangkaian acara festival dengan prosesi dowaro dan oro ake dango. Dowaro merupakan ritual ke puncak Kie Matubu untuk memohon leluhur agar festival berlangsung lancar. Adapun oro ake dango merupakan pengambilan air yang dianggap suci dari mata air di puncak Kie Matubu dengan harapan Tidore dijauhkan dari bencana.

”Kami sowohi juga berperan sebagai penjaga Kie Matubu. Dengan peran itu, selama festival, kami bisa buat hari selalu terang, tidak ada hujan,” kata Yunus.

Selain festival, Sekretaris Dewan Kebudayaan Tidore Abas Mahmud mengatakan sowohi ikut berperan dalam melantik Sultan Tidore yang baru setelah sultan sebelumnya meninggal dunia. Pelantikan sultan yang baru justru dilakukan terlebih dahulu di Gura Bunga baru kemudian pelantikan dilakukan perangkat Kesultanan Tidore di Kadaton (Keraton) Ternate.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com