Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Desa Ungga Sohor karena Kerajinan Perak

Kompas.com - 24/05/2012, 15:51 WIB

SELAMA ini orang-orang mengenal Lingkungan Kamasan, Kota Mataram, di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, sebagai sentra kerajinan perak. Belum banyak yang mengetahui Desa Ungga, Kecamatan Praya Barat Daya, Lombok Tengah, justru merupakan sentra kerajinan perak yang belakangan digandrungi.

Bros, cincin, giwang, tusuk konde, suweng (sejenis giwang), liontin, gelang, dan bros-liontin adalah produk perajin desa berjarak 12 km selatan Praya, ibu kota Lombok Tengah ini. Perhiasan-perhiasan itu berbahan cangkang kerang mutiara yang dibentuk jadi oval, bundar, lonjong, segiempat, segitiga, dan setengah bundar. Cangkang itu dibalut ukiran perak-tembaga sehingga menghasilkan produk kerajinan berkelas.

Menurut Farid (31), perajin desa itu, desain perhiasan itu merupakan ide kreatif perajin, selain desain para pemesan atau pemilik art shop di kawasan wisata Senggigi dan Kota Mataram. Perajin hanya mengerjakan rancangan dan bahan yang sudah disiapkan. Dengan kemampuan seni merangkainya, perajin memadu-serasikan berbagai bentuk dan ukuran cangkang mutiara agar elok dipandang.

Karena keterampilan merangkainya, pemesan acapkali membatalkan desain buatannya, dan memilih dibuatkan kerajinan dari hasil utak-atik para perajin. Hasil desain perajin desa ini jadi andalan daerah dalam event pameran tingkat regional dan nasional. Pengusaha yang membawa produk desain perajin itu sering memenangi lomba di pameran itu. Layaknya pepatah ”kerbau punya susu, sapi punya nama”.

Harga jual kerajinan desa ini bervariasi, cincin yang dihiasi nucleus mutiara seharga Rp 150.000-Rp 200.000 per buah, atau bros-liontin Rp 500.000-Rp 2 juta per buah. Hasil keuntungan menjual produk digunakan ”biaya makan-minum, dan modal untuk beli bahan, selain untuk memperbaiki rumah,” ujar Tamrin, seorang perajin, menunjuk satu bilik rumahnya berdinding batu bata dan berlantai keramik.

Lewat cerita dari mulut ke mulut dalam beberapa tahun belakangan, banyak wisatawan asal Jakarta datang ke sini untuk membeli langsung ke perajin.

Desa Ungga yang luasnya 4,7 km persegi dihuni 7.980 jiwa. Umumnya warga setempat bekerja sebagai petani, buruh tani, dan buruh serabutan. Setelah tersedia jaringan irigasi dua dekade terakhir, areal sawah 383 hektar dengan tekstur tanah liat bisa ditanami tiga kali (padi dan palawija) setahun. Dengan pemilikan sawah penduduk rata-rata 15 are hanya menghasilkan 6 kuintal padi, cukup untuk menyambung hidup warga.

Sohornya desa itu sebagai sentra kerajinan perak mencuatkan sumber nafkah alternatif bagi penduduk. Apalagi letaknya di jalur transportasi Bandara Internasional Lombok (BIL).

Perkembangan itu juga mulai menarik minat generasi muda untuk belajar membuat kerajinan ini. Farid dan Tamrin misalnya, punya dua-tiga anak didik yang masih diajar menangani pekerjaan standar. Anak didik itu diambil dari 20 peserta pelatihan tahun 2010. Tercatat ada 200 perajin di desa ini.

Kerajinan perak di desa tersebut bukan warisan tradisi nenek moyang, melainkan dibangun atas inisiatif warga untuk keluar dari kondisi kemiskinan. (Khaerul Anwar)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com