Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanah Sunda Pun Punya Candi

Kompas.com - 26/05/2012, 09:41 WIB
Ni Luh Made Pertiwi F

Penulis

KOMPAS.com – Konon, di Jawa Barat tak ada candi. Namun, keberadaan Candi Cangkuang seakan mematahkan pernyataan tersebut. Walau belakangan muncul kontroversi mengenai candi ini, tak menyurutkan kehadiran para turis untuk merasakan kemagisan Candi Cangkuang.

Candi yang terletak di sebuah pulau kecil di tengah Danau Cangkuang tersebut berada di Desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Inilah salah satu daya tarik pariwisata Garut. Jika Jawa Tengah punya Candi Prambanan, Jawa Barat hadir dengan Candi Cangkuang.

Ya, keduanya merupakan candi dengan latar belakang agama Hindu. Candi Cangkuang setinggi hampir sembilan meter, memiliki pintu untuk masuk ke dalam candi. Jika beruntung, Anda bisa masuk ke dalam candi. Mintalah izin dari petugas setempat.

Di dalam, tinggi ruangan hanya dua meter dan luasnya sekitar tiga meter persegi. Di tengah ruangan, ada patung Siwa yang konon berasal dari abad ke-8.

“Orang-orang yang ziarah ke sini, terutama dari Bali, bilang kalau energinya sangat kuat,” ungkap Zaki, petugas dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Garut yang bekerja di Candi Cangkuang.

Candi Cangkuang memang begitu magis dan ibarat misteri yang berusaha disingkap. Tak ada yang tahu pasti kapan tepatnya ia berdiri, pun siapa yang membuatnya. Satu hal yang pasti, tanah Sunda pernah menjadi lokasi kerajaan-kerajaan Hindu yang tua.

Area candi ini ditemukan di tahun 1966. Sayangnya saat proses restorasi, batu-batu untuk membangun ulang candi banyak yang merupakan bukan batu aslinya. Anda bisa membedakan mana batu yang asli dan batu yang baru. Oleh karena itu, semakin misterilah Candi ini. Bentuk asli candi tak pernah ada yang tahu.

Islam di Cangkuang

Jika Anda berkesempatan datang ke Candi Cangkuang, coba perhatikan persis di belakang candi terdapat sebuah makam Islam. Makam tersebut merupakan makam Arif Muhammad. Ia adalah seorang prajurit dari Kerajaan Mataram yang datang ke desa ini dan menyebarkan agama Islam ke penduduk setempat.

Awalnya, penduduk di Desa Cangkuang memeluk kepercayaan animisme dan dinamisme. Kemudian memeluk Hindu. Makam yang bersanding dengan Candi Cangkuang ini semacam bukti toleransi masyarakat nusantara sejak masa lampau. Nilai-nilai toleransi yang sepertinya makin menyurut di masa kini.

Bangunan masjid yang dibangun Arif Muhammad pada masa itu, masih ada hingga saat ini. Konon, danau Cangkuang pun terbentuk dari usaha Arif Muhammad membuat bendungan untuk kebutuhan wudhu. Sampai saat ini, keturunan Arif Muhammad masih menetap di Kampung Pulo.

Masjid tersebut merupakan simbol dari anak laki-laki Arif Muhammad. Masjid berada di ujung jalan, tepat di tengah-tengah, seakan sebagai kepala bangunan kampung. Sementara di sisi kanan dan kiri terdapat enam rumah adat.

Di rumah-rumah adat inilah, keturunan Arif Muhammad masih menetap. Arif Muhammad memiliki tujuh anak, enam anak perempuan dan satu anak laki-laki. Keenam rumah tersebut ditempati anak-anak perempuan Arif Muhammad.

Ada sebuah tradisi di adat Sunda, bahwa rumah diwariskan ke garis anak perempuan. Rumah-rumah adat ini pun masih asri. Sebuah rumah yang letaknya terdekat dengan masjid, masih benar-benar sesuai aslinya. Rumah terbuat dari bambu dengan teras berada di depan.

Pengunjung bisa saja masuk ke dalam rumah jika ingin mengetahui lebih dalam mengenai keantikan rumah-rumah. Tentu saja, jangan asal masuk. Ucapkan salam dan minta izin dengan sopan ke pemilik rumah.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com