Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rumahku, Bentengku, Monumenku di Pelosok Negeri Tirai Bambu

Kompas.com - 12/09/2012, 09:45 WIB

Tertulis ”terali ini bengkok oleh tentara Jepang yang gagal menerobos” pada secarik kertas di jendela diaolou Taman Li, Kaiping, Jiangmen, Guangdong, China.

Cuma terali itulah kerusakan pada diaolou. Demikian ungkapan generik dari benteng dan menara pengawas untuk melindungi kehidupan dan harta penghuni saat digempur serdadu Jepang tahun 1941. Periode 1937-1945 adalah masa Perang Jepang-China: bagian dari Perang Dunia II.

Kehebatan senjata serdadu Negeri Matahari Terbit itu gagal merobohkan diaolou yang dibangun amat cermat, kukuh, sekaligus glamor oleh saudagar Xie Wei Li periode 1926-1936. Popor dan sangkur senapan tentara kekaisaran cuma mampu membengkokkan dan atau menggores tembok menara.

Li adalah saudagar yang sukses merantau ke Amerika Serikat dengan berbisnis kerajinan, pakaian, obat, dan rempah. Di Negeri Paman Sam, Li menikahi empat perempuan dan dianugerahi 21 anak. Istri pertama melahirkan 9 anak, istri kedua tidak memberi anak sebab wafat saat 19 tahun, istri ketiga melahirkan 10 anak, dan istri keempat melahirkan 2 anak.

Rindu tanah kelahiran

Bertahun-tahun kehidupan dan kesuksesan di AS gagal menghapus kerinduan mendalam terhadap kampung halaman. Hasrat itulah yang mendorong Li kembali. Sebagai tanda cinta terhadap tanah kelahiran dan keluarga, putra dari Xie Sheng Pan ini membangun kompleks kediaman dan taman 11 hektar kurun 1926-1936.

Menara Li merupakan satu dari 1.833 diaolou dalam perawatan, pengawasan, dan pengelolaan pemerintah sekaligus ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia. Di Kaiping pernah dibangun 7.000 diaolou, tetapi banyak yang hancur akibat ditinggalkan dan tidak dirawat.

Pada 1950, para saudagar pembangun diaolou kembali merantau ke AS dan Kanada. Periode itu adalah era awal berkuasanya komunis China dan kendurnya kebijakan imigrasi di mancanegara. Sejak itu, diaolou tidak lagi menjadi rumah dan benteng keluarga. Bangunan yang masih bertahan dijadikan monumen yang dilestarikan.

Menara kekayaan

Secara garis besar, diaolou terdiri atas tiga macam. Pertama, bangunan kaum kaya yang bisa dilihat dari tidak adanya bangunan sejenis dan rumah di sekitarnya. Kedua, bangunan komunitas atau tempat tinggal banyak orang. Ketiga, menara pengawas yang biasanya berada di samping bangunan tersebut.

Dalam kompleks Taman Li, bangunan utama adalah diaolou empat lantai, bercorak era Victoria dengan keberadaan pilar di pintu utama lantai 1, 2, dan 3, tetapi berarsitektur atap China. Dindingnya berbahan beton kokoh dari Inggris. Terali, jendela, dan pintu dari baja tangguh Jerman. Lantai disusun dari tegel marmer nan cantik Italia.

Dalam bahasa Kanton, beton disebut hoong moe nie (red hair’s soil) yang merujuk pada Eropa. Semua material bangunan dibeli di Makau atau di Hongkong yang pada abad ke-19 dan ke-20 merupakan pusat perdagangan antarnegara. Kebetulan, Kaiping, Makau, dan Hongkong relatif tidak terlalu jauh karena berada di barat daya Tiongkok yang menghadap Laut China Selatan.

Bagian dalam diaolou Li dihiasi furnitur mewah dari kayu dan batu pualam, piring, gelas, cangkir, dan teko dari keramik dan perak, perkakas dapur dari bambu, kayu, dan logam, kloset duduk, bak berendam, jam dinding berdentang dari Jerman, lukisan pelukis Eropa dan China, deretan foto keluarga berpigura klasik, bahkan radio dan alat pemutar piringan hitam. Bangunan dan seisinya seakan menasbihkan Li sebagai tuan besar tersukses di Kaiping.

Di samping kediaman ada tiga bangunan bermodel serupa. Dua untuk keluarga kerabat. Satu untuk menara pemantau dan pengawas situasi.

Saat Li dan saudagar-saudagar asal Kaiping membangun diaolou, situasi politik dan ekonomi di China bergolak dan tidak menentu akibat revolusi menumbangkan kekaisaran. Keluarga kaya kerap menjadi sasaran perampokan sehingga membangun diaolou menjadi kebutuhan dan keniscayaan sekaligus prestise dan kehormatan. Kastil mini nan perkasa itu juga yang menyelamatkan keluarga Li dari penjarahan serdadu Jepang saat perang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com