Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Raja Ampat Bukan untuk Turis Murahan

Kompas.com - 06/10/2012, 10:33 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Daya tarik wisata Raja Ampat, terletak di kekayaan baharinya. Oleh karena itu, sebagai taman nasional, Raja Ampat tidak bisa dikembangkan sebagai pariwisata massal agar tetap terjaga kelestarian alamnya.

"Kami tidak ingin pariwisata Raja Ampat menjadi mass tourism (pariwisata massal). Kami ingin wisatawan yang berkualitas. Raja Ampat bukan untuk yang massal yang murah dan rombongan," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Raja Ampat, Yusdi Lamatenggo kepada Kompas.com saat ditemui di Gedung Sapta Pesona, Jakarta, Jumat (5/10/2012).

Oleh karena itu, pemerintah kabupaten Raja Ampat pun telah memiliki aturan-aturan pembatasan untuk menjaga kelestarian Raja Ampat, namun tetap dalam koridor pengembangan pariwisata.

Salah satunya adalah pembatasan jumlah resor, jumlah kapal dan liveaboard, serta jumlah penyelam dalam satu menyelam. Menurut Yusdi, jumlah resor di Raja Ampat maksimun 20 resor untuk 10 tahun ke depan.

"Saat ini, kami punya tujuh resor. Pembatasan lainnya kapal dan liveaboard hanya boleh ada 40, sekarang sudah batas maksimun, ada 40 kapal dan liveaboard," jelas Yusdi.

Selain itu, setiap titik menyelam, lanjutnya, hanya boleh dimasuki oleh satu operator saja. Serta, sekali menyelam di satu titik menyelam, hanya bisa diselami oleh 25 penyelam.

"Penyelam di Raja Ampat harus dibatasi. Panas yang dikeluarkan orang yang menyelam itu bisa merusak karang di perairan Raja Ampat. Ada karang-karang yang cantik di Raja Ampat tetapi sangat rapuh," jelas Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sapta Nirwandar saat jumpa pers Festival Raja Ampat 2012, pada kesempatan yang sama.

Oleh karena itu, lanjut Sapta, tidak mungkin jika diadakan sebuah acara diving massal di Raja Ampat. Selain itu, fotografi besar-besaran pun tidak bisa dilakukan. Sebab, kata Sapta, sinar dari lampu kamera bisa merusak karang.

Menurut Sapta, akses langsung penerbangan reguler menuju Raja Ampat bisa memicu semakin banyaknya turis yang masuk Raja Ampat dan dikhawatirkan dapat merusak lingkungan Raja Ampat.

Pihak Pemkab Raja Ampat sendiri baru gencar mempromosikan pariwisata Raja Ampat dalam lima tahun belakangan. Kunjungan turis asing dalam rangka menyelam di tahun 2011 mencapai lebih dari 6.000 orang.

Menurut Yusdi, Raja Ampat sebagai kabupaten baru masih minim dalam hal infrastruktur dan jumlah penduduknya pun sedikit. Walaupun belum ada pembatasan jumlah wisatawan yang masuk ke Raja Ampat, namun ia yakin dengan beberapa pembatasan lainnya, Raja Ampat masih memiliki daya tampung yang cukup besar untuk kunjungan wisatawan.

"Raja Ampat ini luas, orang tahunya hanya Waigeo. Raja Ampat secara keseluruhan, luasnya delapan kali lipat dibanding Wakatobi," katanya.

Sejak tahun 2007, Pemkab Raja Ampat juga mengeluarkan pin yang harus dibeli oleh wisatawan yang ingin masuk ke Raja Ampat. Beberapa kalangan menilai pin ini terlalu mahal, padahal menurut Yusdi, uang dari penjualan pin tersebut berkontribusi besar pada Pendapatan Asli Daerah dan konservasi untuk Raja Ampat.

"Pin ini semacam tiket masuk, untuk turis domestik seharga 250 ribu rupiah dan berlaku untuk satu tahun, untuk turis asing 1 juta rupiah. Dengan beli pin ini, identitas jadi tercatat, Uangnya untuk konservasi dan pembangunan daerah," tutur Yusdi.

Ia mengaku turis domestik banyak yang mengeluhkan mahalnya pin yang harus dibeli. Namun sebaliknya, turis asing mau membeli pin tersebut karena merasa telah membantu pembangunan daerah Raja Ampat.

Raja Ampat terdiri atas 4 pulau besar yaitu Pulau Wageo, Misol, Batanta, dan Salawati. Selain pula memiliki 1.000 lebih pulau-pulau kecil yang menyimpan keragaman flora-fauna  seperti 540 jenis karang dan lebih dari  1.000 jenis ikan karang dan 700 jenis moluska. Semua kekayaan ini menjadi daya tarik pariwisata. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com