Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menikmati Hamparan Bakau di Balikpapan

Kompas.com - 15/10/2012, 20:50 WIB

Oleh Lukas Adi Prasetya

Rerimbunan bakau yang terhampar di kanan-kiri menemani perjalanan selama hampir dua jam menyusuri Sungai Somber, Balikpapan, Kalimantan Timur, dengan menumpang kapal kecil bermesin. Mentari bersinar terik, namun ”tembok-tembok” hijau ini sanggup memberi kesejukan.

Kapal membelah pelan air sungai yang hijau, bersih, dan tenang arusnya. Penat yang sebelumnya terasa, terbayar lunas. Beberapa pengunjung menampakkan ekspresi ceria. Selama perjalanan, mereka mengabadikan setiap momen dengan kamera juga telepon seluler. Satu kata untuk menggambarkan perasaan menikmati kawasan Mangrove Center ini. Puas.

Melihat hamparan bakau di kawasan barat Balikpapan itu, sungguh tidak menyangka dulu kondisinya jauh berbeda. Tahun 2000, kawasan ini tandus akibat bakau seluas 3 hektar habis dibabat orang, untuk usaha tambak. Setelah bakau dibabat, masalah bermunculan. Air pasang naik jauh merambah daratan dengan ketinggian hingga 1 meter.

Warga di Kompleks Graha Indah, perumahan yang lokasinya persis di tepi sungai, selalu berjibaku dengan banjir. Awalnya belum banyak yang menyadari bahwa bakau berfungsi sebagai tegakan yang melindungi garis pantai. Bakau juga berfungsi menghambat laju angin, dan akarnya menyediakan perlindungan dan makanan bagi biota laut.

Namun pelan-pelan, kesadaran warga mulai tumbuh, dan mereka mulai menanam bakau karena tak ingin rumahnya kebanjiran. Kerja keras menanam ribuan bakau akhirnya menampakkan hasil. Tak hanya menutup 3 hektar, kini hampir 12 hektar kawasan Mangrove Center ini sudah mulai dipenuhi bakau. Jika dulu saat siang hari gerah, kini lebih sejuk. Tak hanya memberi keteduhan dan keamanan, kawasan ini pun menjadi tempat bermain yang nyaman bagi anak-anak kala sore hari.

Kawasan ini pun perlahan namun pasti mulai didatangi warga lokal dan pendatang untuk berwisata, termasuk peneliti dan mahasiswa. Juli 2010 lalu, Mangrove Center dicanangkan Pemkot Balikpapan sebagai kawasan konservasi. Tempat wisata yang dikelola oleh sejumlah warga yang tergabung dalam Kelompok Kerja Mangrove Soneratia ini pun semakin dikenal. Setiap pekan, sekitar 50 orang berwisata ke tempat itu.

Perjalanan wisata walau singkat menyusuri sebagian sisi Sungai Somber, tetap memberi kepuasan tersendiri. Sebab, pengunjung bisa mampir sejenak di tambak ikan yang dikelola oleh Kelompok Kerja (Pokja) Mangrove Soneratia, yang mengelola Mangrove Center ini. Di sana, terdapat 32 keramba berisi benih ikan nila dan kerapu macan. Satu petak keramba berukuran 4 x 4 meter.

Meniti papan-papan kayu yang menjadi penghubung antarkeramba, adalah aktivitas yang bisa dilakukan sembari rehat sebelum melanjutkan perjalanan. Jika datang pada pagi atau sore hari, pengunjung bisa ikut memberi makan ikan-ikan dengan melempar butiran pelet. Ikan dibudidayakan sejak beberapa bulan lalu.

”Nila yang dibudidayakan, habitatnya air tawar. Namun setelah diletakkan beberapa lama di kolam terpisah, untuk beradaptasi, sekarang nila bisa hidup di air asin,” ujar Agus Bei, penggagas sekaligus Ketua Mangrove Center yang juga Ketua RT 85 Batu Ampar, Balikpapan.

Jika beruntung dan waktunya tepat, gerombolan bekantan akan keluar dan menampakkan diri. Pada pagi dan sore, mereka keluar dari sarangnya menuju pepohonan di tepi sungai mencari buah bakau untuk dimakan. Bekantan justru tidak mau nongol jika mendengar suara mesin.

Mangrove Center adalah contoh menarik dari kegiatan ekowisata yang kelahirannya secara bottom up, karena digagas oleh warga, dan baru direspons pemerintah. Dua kapal mesin kecil yang mengantar pengunjung, juga hasil swadaya pengelola.

Salah satu upaya Pokja Mangrove Soneratia mengagendakan pengawasan rutin dengan membentuk Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokwamas) Soneratia. Pokwamas pernah meraih juara pertama Lomba Pokwamas se-Provinsi Kaltim Tahun 2011, yang diadakan Dinas Kelautan dan Perikanan Kaltim.

Untuk operasional Mangrove Center, diakui Agus, umumnya dari kocek pribadi pengurus. Sebagian dari pihak yang bersimpati. ”Kami tidak mematok berapa harga tiket masuk. Terserah pengunjung,” ujar Agus.

Salah satu pemasukan dari menjual bibit bakau. Kini, Pokja Mangrove sudah mendapat pesanan dari banyak perusahaan, apalagi kini bakau menjadi pohon favorit acara seremonial penanaman pohon. ”Beli dan tanam disini, atau di tempat lain. Kami siap membantu menanam,” kata Agus.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com