Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Angkutan Massal Tak Harus Kumal...

Kompas.com - 26/10/2012, 12:56 WIB

MENYUSURI Hongkong, akhir September lalu, rasanya tiada pernah bosan. Jalanan tertib meski tanpa polisi yang berjaga dengan mengantongi surat tilang. Tidak ada cerita kebut-kebutan dan salip-menyalip jalur tak beraturan. Semua pengendara konsisten pada jalur yang dipakai sejak awal, serta tak ada pengemudi menerobos lampu merah, bahkan sangat taat dengan rambu insidental ”stop and go” yang dipegang petugas perbaikan jalan.

Menariknya lagi, di jalanan beton Hongkong yang tidak selalu lebar (bahkan banyak di antaranya gang kecil), semua angkutan bisa berjalan tertib sehingga tak ada kemacetan parah yang menyita waktu berjam-jam di jalan. Seluruh moda transportasi beriringan tanpa takut kehilangan penumpang. Angkutan umum, seperti trem, bus kota, minibus, dan taksi, bisa melewati satu jalur yang sama dan semuanya memiliki penumpang sendiri-sendiri.

”Trem dan bus sama-sama melewati jalur yang sama. Buktinya sama-sama ada penumpangnya, tuh,” celetuk seseorang di antara rombongan kami, pekan lalu.

Penasaran dengan transportasi umum Hongkong, akhirnya kami pun mencoba menaiki bus kota bertingkat dengan atap terbuka atau di sana disebut sightseeing bus. Ada dua rute, yaitu rute heritage dan rute metropolis. Rute heritage cenderung melintasi pelosok-pelosok Hongkong, sedangkan rute satunya melintasi area perkotaan Negeri Beton tersebut.

Kami pun memilih rute heritage karena ingin melihat kehidupan Hongkong di luar gemerlap perkotaannya. Harga tiket dipatok 50 dollar Hongkong atau lebih kurang Rp 65.000 sekali jalan.

Sepintas mungkin terlihat mahal. Namun, sebagai turis, pilihan naik angkutan umum jauh lebih murah dibandingkan naik bus wisata serupa dengan rute hampir sama, tetapi dipatok harga 350 dollar Hongkong atau lebih kurang Rp 455.000 sekali jalan.

Berangkat dari daerah Central (Star Ferry), bus tanpa atap—sehingga kami bisa dengan bebas menikmati cerahnya Hongkong—berjalan pelan melintasi sejumlah lokasi, seperti daerah Western Market, Queen Street, Man Mo Temple, Old Central Police Station, Dr Sun Yat Sen Museum, Macau Ferry, dan kembali lagi ke Central.

Entah berapa jarak tempuh bus tersebut, tetapi waktu tempuhnya lebih kurang 50 menit. Selama itu, kami memang disuguhi rute-rute pelosok kota, mulai dari melintasi gedung-gedung bertingkat hingga menyisir jalan sempit semacam gang (lebih kurang 4 meter) di antara permukiman padat penduduk.

Namun, sekali lagi, menariknya adalah tidak ada macet meski jalan yang ditempuh sempit. Beberapa kali kami berpapasan dengan bus kota umum dan trem yang sama-sama berpenumpang.

”Mungkin rutenya beda makanya semua jenis angkutan umumnya bisa jalan dan selalu ada peminatnya. Mungkin sistem transportasinya sudah sangat bagus dan komprehensif,” kembali kekaguman kami pun keluar melalui celoteh-celoteh ringan.

Pilihan wisata

Bus tingkat dengan atap terbuka ini menariknya lagi bukan saja menjadi pilihan wisatawan, melainkan juga menjadi pilihan masyarakat setempat untuk mengantarnya ke tujuan. Beberapa kali bus menurunkan penumpang di tengah jalan. Tidak sedikit pula wisatawan memilih menikmati ”tur umum” itu hingga kembali ke pos pemberangkatan. Rupanya, transportasi umum pun bisa menjadi moda angkut wisata asal kondisinya memadai.

Namun, jangan dibayangkan bus tersebut kondisinya kumuh dengan jok yang mulai robek dan kaca yang pecah-pecah sebagaimana kita dapati dalam moda transportasi di negeri ini. Bus tersebut sangat bersih, tak berbau, dan yang jelas aman. Tak didapati penumpang merokok seenaknya tanpa peduli penumpang lain.

Bus berangkat dari pos pemberangkatan mulai pukul 10.00-17.30 waktu setempat. Tak perlu khawatir ketinggalan bus karena angkutan umum ini berangkat setiap 30 menit sekali.

Kekaguman kami pun berlanjut saat di lain hari kami mencoba menuju salah satu tempat wisata di sana, yaitu The Peak atau Victoria Peak, dengan menggunakan trem.

Dengan membayar lebih kurang 35 dollar Hongkong atau Rp 45.500, kita bisa menikmati sensasi naik trem dengan rute miring hingga 50 derajat menuju tempat wisata (harga trem dan bus yang menjadi jalur wisata memang lebih mahal dibandingkan harga trem umum yang harga sekali jalan hanya 2-3 dollar Hongkong).

Trem yang sudah beroperasi lebih dari 120 tahun itu mampu mengangkut lebih kurang 30 penumpang dengan kecepatan 40 km per jam. Angkutan umum kali ini pun kondisinya sangat layak. Bersih, tak ada penumpang yang asal merokok, aman, tempat duduknya rapi, dan catnya terasa baru. Sangat nyaman.

Hanya 15 menit perjalanan, sampailah di tempat tujuan, The Victoria Peak. Di sini kita bisa melihat Hongkong dari ketinggian 396 meter di atas permukaan laut. Di tempat wisata yang sudah dikembangkan sejak tahun 1960-an ini, kita bisa menikmati museum lilin Madame Tussauds. Di sini pengunjung bisa menjumpai patung-patung lilin tokoh dan pujaan dunia, seperti Mahatma Gandi, Tom Cruise, dan Pierce Brosnan.

Ah, meski singkat, pengalaman menikmati moda transportasi umum di Hongkong tidak mengecewakan. Penumpang dimanjakan dengan bus yang sangat nyaman. Satu pelajaran, angkutan umum pun bisa jadi angkutan wisata dan sebaliknya. Hongkong mengajarkan, angkutan massal tak harus kumal.... (Dahlia Irawati)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com