Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Nimbole Makan Kalo Ndak ada Rica"

Kompas.com - 03/11/2012, 09:40 WIB
Kontributor Manado, Ronny Adolof Buol

Penulis

MANADO, KOMPAS.com - Tidak ada cabai di atas meja makan, bagi orang Manado akan menjadi masalah besar. Selera makan akan berkurang, dan sajian makanan utama selezat apapun akan terasa hambar jika tak ada rasa pedas dalam bumbunya.

"Rica", demikian orang Manado menyebut bumbu masakan yang satu itu, adalah keniscayaan yang harus selalu hadir dalam setiap aktivitas kuliner. Dan percaya atau tidak, rica bisa mempengaruhi inflasi di Sulawesi Utara.

Beberapa hari lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) Sulut merilis perkembangan inflasi selang Oktober 2012. Dari data itu, Manado mengalami inflasi 0,52 persen. Jangan heran jika angka tersebut dipengaruhi oleh kenaikan harga cabai.

"Jika harga cabai rawit stabil, Manado akan deflasi," ujar Kepala BPS Sulut Dantes Simbolon ketika merilis data itu pada Kamis (1/11/2012) lalu.

Bukan hanya kali ini saja cabai rawit bisa mempengaruhi inflasi Kota Manado. Sudah sangat sering. Bahkan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulut menyebutkan, 2.500 hingga 3.000 ton cabai rawit dikonsumsi setiap bulannya di Sulawesi Utara.

Semahal apapun harga cabai rawit, bumbu masakan yang satu itu tetap akan diburu. Orang Manado tidak peduli walau harganya menyentuh Rp 70.000 - Rp 90.000 per kilogramnya, seperti yang terjadi pada akhir-akhir ini.

"Nimbole makan kalo ndak ada rica (Tidak bisa makan kalau tidak ada cabai," ujar Hana (46), seorang ibu rumah tangga.  

Jenis cabai yang paling banyak digunkan untuk bumbu masakan Manado adalah jenis cabai rawit yang didatangkan dari daerah Bolaang Mongondow, Gorontalo dan Palu. Seorang pedagang cabai rawit, Ahmad Dutu di Pasar Bersehati Manado mengaku setiap bulannya dia menjual lebih dari 200 ton.

"Selalu habis terjual, tidak bersisa," ujar Ahmad, Jumat (2/11) kemarin.

Hampir seluruh masakan utama orang Manado menggunakan cabai sebagai bumbu utamanya. Sebut saja, ikan bakar rica, yang warnanya kemerah-merahan karena disiram dengan rica-rica. Tinutuan (bubur Manado) yang merupakan olahan berbagai aneka sayuran hijau dan sedikit beras itu akan terasa sangat hambar jika tanpa ditemani oleh rica roa (sambal dari ikan Rowa) atau dabu-dabu bakasang (sambal dengan perut ikan).

Untuk menu kuliner yang sedikit ekstrem bagi orang di luar Manado, sebut saja seperti Tinoransak, daging babi yang dicampur dengan sedikit darah lalu dimasak dalam bambu dengan cara dipanaskan bara api, harus benar-benar pedas. Begitupula dengan masakan Kawok (tikus hutan ekor putih) tidak lengkap tanpa cabai dalam kuah santannya. Apalagi sajian masakah RW (daging anjing), harus benar-benar pedas baru terasa enaknya.

Rasa pedas yang dihasilkan dari cabai itu wajib hadir dalam setiap kali aktivitas makan orang Manado. Maka jangan heran pula untuk sekedar camilan semacam pisang goreng, orang Manado menyantapnya dengan ditemani sambal. Bahkan jika tak ada sambal, rica biji (cabai rawit yang masih utuh) pun tetap terasa enak.

Jadi jika anda ke Manado, jangan lupa merasakan menu ala lidah Manado yang nendang pedasnya. Dan jika Anda bukan penyuka rasa pedas, siap-siap saja ke restoran fast food, karena hampir semua rumah makan di Manado menunya pasti pedas.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com