Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Kepala Kakap Diguyur Asam Segar

Kompas.com - 14/11/2012, 08:42 WIB

Oleh Sarie Febriane

Pertama-tama, sibakkan kepala ikan kakap berlumur kuah kental ini hingga seluruh rongga dalamnya menganga. Potong bagian pucuk kepala lalu kucuri dengan kuah asam segar. Segera sorongkan ke mulut dan isap-isap sepenuh hati. Ah, bahagia menjalar sampai ke ubun-ubun.

Begitulah bimbingan Ibrahim (60) kepada pelanggan barunya yang hendak menikmati gulai kepala kakap. Ini adalah masakan yang paling populer di restoran miliknya, Medan Baru. Ibrahim dengan hangat akan selalu menyapa dan melayani pelanggan yang singgah untuk bersantap. Pria asal Aceh itu akan mengambil sendok dan garpu lalu memeragakan cara merekahkan kepala kakap serta memotong bagian surgawi, yakni pucuk kepala di mana otak berdiam.

”Jangan lama-lama mendiamkan kepala kakap, selagi panas segera dimakan. Paling enak waktu panas,” kata Ibrahim.

Rumah Makan Medan Baru berlokasi di Jalan Krekot Bunder, di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat. Dua cabang lainnya ada di kawasan Sunter dan Kembangan Selatan. Di Medan Baru, masakan gulai kepala kakap mampu mempertahankan kepopulerannya selama 20 tahun lebih. Tak seperti produk kuliner yang menjadi populer karena kiat pemasaran, gulai kepala kakap ini ’digilai’ orang dengan setia semata karena cita rasa yang menyihir lidah sejak isapan pertama tadi.

Presentasi masakan yang sederhana dan tak dibuat-buat boleh jadi kadang justru mengundang selera. Kepala kakap putih yang berukuran cukup besar ini disajikan begitu saja dalam piring oval aluminium besar, tanpa penghias apa pun. Kemudian, baru kuah santan panas yang kental kekuningan disiramkan di atas kepala kakap. Kita mungkin akan sedikit terkejut betapa kepala kakap yang besar itu disandingkan dengan segenggam nasi putih yang ukurannya begitu mungil. Namun, percayalah saran Ibrahim, fokuskan indera pengecap kita pada sang kepala kakap, bukan sekadar mengenyangkan perut dengan asupan nasi.

”Sebaiknya nikmati kepala kakapnya tanpa nasi, supaya rasa kakapnya tidak kalah. Nasi nanti bisa dihabiskan dengan lauk atau sayur,” kata Ibrahim.

Betul juga, kepala kakap ini memang sepatutnya bergumul di lidah kita tanpa kehadiran pihak ketiga. Kesegaran ikan, gurihnya daging yang menyempil di antara rongga-rongga kepala, serta buaian aroma dan cita rasa rempah pada kuah santan, dan kejutan segar dari asam segar, semuanya itu seperti bersahut-sahutan dalam proporsi yang tepat. Padahal, penggunaan rempah cukup beragam. Namun, bumbu tidak menjadi kosmetik yang menutupi rasa gurih asli dari ikan laut ini.

Aneka rempah

”Saya memadukan bumbu-bumbu yang banyak dipakai di masakan Aceh, Padang, dan Medan. Supaya jadi bumbu Pancasila,” ujar Ibrahim berseloroh.

Masakan kepala kakap ini menurut Ibrahim menggunakan sedikitnya 15 macam rempah. Bumbu yang biasa digunakan dalam masakan Aceh, misalnya asam sunti, jinten, dan adas manis. Sementara, bumbu yang biasa dipakai di masakan Padang dan Medan, misalnya asam kandis dan lengkuas. Racikan bumbu untuk kuah kepala kakap ini sebenarnya berwujud dalam dua pilihan, santan dan non-santan. Pengunjung yang enggan masakan bersantan bisa memilih kuah non-santan untuk disiramkan di atas kepala kakap.

Meski demikian, ragam rempah yang kaya itu tak bisa mengalahkan kunci utama kelezatan masakan tersebut, yakni kepala kakap dengan kualitas kesegaran terbaik. Ibrahim mendapat pasokan kepala kakap segar mulai dari Timika di Papua hingga Lampung. Menurut dia, ikan kakap dari Lampung memiliki rasa yang paling gurih. Memperoleh kepala kakap yang benar-benar segar terbilang sulit. Bagian paling rentan rusak dari kepala kakap adalah di bawah mulut ikan.

”Bumbu tidak boleh menutupi kesegaran ikan. Memasak harus jujur,” kata Ibrahim berprinsip.

Rasa asam

Asam menjadi tambahan rasa, namun signifikan menambah kelezatan. Racikan sambal berwarna kehijauan ini sebenarnya mengedepankan rasa asam ketimbang pedas menyengat. Rasa asam yang segar itu datang dari belimbing wuluh segar, yang kemudian dipadukan dengan rajangan serai, daun jeruk purut, cabai, dan bahan lain berupa biji.

Meski demikian, buah belimbing wuluh yang bagus dan segar menurut Ibrahim, tidak selalu tersedia di pasaran. Dia bahkan akhirnya menanam sendiri pohon belimbing wuluh, hanya saja tidak setiap hari bisa dipanen buahnya. Namun, memang akan gemas rasanya menikmati kepala kakap tanpa sentuhan kesegaran si asam.

”Saya senang bertualang mencicipi masakan chef terkenal. Namun di Jakarta ini restoran yang rutin saya datangi hanya Medan Baru. Demi kepala kakap,” celoteh Richmond Blando, ekspatriat asal Filipina yang tinggal di Jakarta.

Setelah terlena mengisap-isap kepala kakap dalam guyuran asam, kita bisa-bisa melupakan sang nasi. Tak mengapa, segenggam nasi ini bisa dinikmati dengan burung punai goreng dengan daun salam koja (temuru) dan sayur pucuk labu dalam kuah santan encer.

”Wah, ini burungnya empuk banget, lebih empuk dari yang saya makan di Aceh,” seru seorang pengunjung yang tampak berbahagia sampai ke ubun-ubun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com