Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Butuh Keajaiban untuk Ubah Wajah Desa Si Ajaib

Kompas.com - 12/06/2013, 10:11 WIB

TIADA yang berubah dengan komodo (Varanus komodoensis) setelah terpilih sebagai bagian dari tujuh keajaiban dunia baru. Mantan Wakil Presiden M Jusuf Kalla yang juga Ketua Dewan Pembina Yayasan Komodo Kita menyebutkan, komodo tetap berperilaku liar seperti biasa. Komodo tidak akan menjadi ramah kepada warga desa yang hidup bertetangga di Pulau Komodo.

”Komodo tak tahu dia ajaib. Komodo tetap akan memakan kambing warga desa. Yang perlu berbeda adalah kita agar mendapat manfaat dari wisatawan yang datang ke Pulau Komodo,” ujar Kalla pada peletakan batu pertama Desa Wisata BNI di Desa Komodo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, akhir Mei lalu.

Tidak sulit untuk menebak makna pernyataan Kalla. Desa Komodo belum mencerminkan wilayah yang patut menerima kunjungan wisatawan, baik domestik maupun asing. Nyaris tak ada yang ajaib dari kehidupan warga desa yang berpenghuni asli hewan ajaib itu. Yang terlihat lebih banyak menonjolkan ketertinggalan.

Tanpa kamar mandi

Hampir seluruh rumah warga desa, yang terbagi atas Kampung Lama dan Kampung Baru, berupa bangunan panggung dari bahan kayu. Tidak ada yang salah dengan gaya rumah itu. Warna lokal menonjol dari gaya itu karena bangunan panggung cocok untuk rumah di tepi pantai. Namun, tak ada keteraturan dari rumah-rumah itu.

Rumah-rumah itu tumbuh tanpa terikat alur atau berdiri tidak rapi. Jarak antar-rumah terlalu rapat, bahkan ada yang nyaris tanpa batas. Tidak ada barisan lurus, segaris, atau mengikuti alur sesuai lanskap.

Soal keteraturan hanya salah satu soal kecil. Persoalan besarnya adalah sebagian rumah warga itu tidak memiliki kamar mandi dan WC. Mandi dan buang air agaknya masih dianggap masalah kecil di desa ini.

Di Desa Komodo, anak-anak terbiasa mandi di bawah kolong rumah yang tidak memiliki sekat kecuali tiang-tiang. Air bekas mandi berceceran ke segala arah dan kemudian mengalir ke arah halaman tetangga.

Kolong-kolong rumah itu juga berfungsi sebagai kandang hewan peliharaan, seperti kambing dan ayam. Satu-satunya anak sungai kecil yang membelah desa itu lebih berfungsi sebagai WC umum dan tempat pembuangan sampah. Kumuh.

Sekitar 80 persen penduduk desa yang dihuni 400 keluarga itu hidup di garis kemiskinan dan hampir miskin. Hanya belasan orang sebagai saudagar yang menggerakkan ekonomi desa itu.

Kehadiran BNI membawa angin segar perubahan di Desa Komodo. Bekerja sama dengan Yayasan Komodo Kita (YKK), bank pemerintah itu berniat memperbaiki suasana desa hewan ajaib itu. Menurut Mahendra, Kepala Bina Lingkungan BNI, bank itu akan menyalurkan dana Rp 7 miliar dalam kurun dua tahun untuk membangun berbagai sarana, prasarana, dan sumber daya manusia desa.

Pelaksanaan kerja besar itu diserahkan kepada YKK. Ketua YKK wilayah Labuan Bajo, NTT, Sakalia Samuel mengungkapkan, mereka akan bekerja keras mengubah wajah Desa Komodo.

”Kami akan mempercantik desa, membangun jalan desa, membuat jalan di tepi pantai, membuat kandang ternak, membuat tempat sampah, dan berbagai pekerjaan lain. Pembangunan fisik bisa kami lakukan dengan cepat, tetapi mengubah sumber daya warga desa jauh lebih sulit. Tak gampang mengubah kebiasaan warga agar menyadari, kampung mereka memiliki nilai jual untuk wisatawan,” paparnya.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Noviendi Makalam menambahkan, pekerjaan untuk mengubah Desa Komodo tidaklah mudah. Membuat wajah desa itu agar bisa menjadi tujuan wisata memerlukan waktu lebih dari dua tahun. Butuh keajaiban.... (Syahnan R)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com