Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sawahlunto, dari Kota Tambang Jadi Kota Wisata

Kompas.com - 13/06/2013, 14:11 WIB

SAWAHLUNTO, KOMPAS.com - Kota Sawahlunto di Sumatera Barat menyulap dirinya dari kota tambang batu bara menjadi kota wisata sejak awal 2001. Meski hanya tersedia satu dua hotel di Sawahlunto tetapi puluhan homestay di sini adalah salah satu yang terbaik di Tanah Air.

Tidak mengherankan dengan prestasi itu Sawahlunto pun ditunjuk menjadi tuan rumah perhelatan The International Homestay Promotional Fair 2013 pada 10-13 Juni 2013. Pada 2012 acara serupa sempat digelar di Malaysia namun hanya Indonesia yang turut serta. Tahun ini, ketika dilangsungkan di Sawahlunto, Indonesia, negara-negara ASEAN sangat berminat turut serta di dalamnya.

Bukan hanya acara itu saja, pada waktu bersamaan digelar pula ASEAN Workshop on Cultural Heritage Tourism karena kota ini memang memiliki banyak warisan kolonial sisa pusat tambang batu bara.

Di Sawahlunto, wisatawan dapat menikmati beragam jejak sejarah kolonial berupa gedung bergaya Eropa, kereta api uap yang masih berfungsi, hingga museum dan lubang tambang batu bara itu sendiri.

The International Homestay Promotional Fair diselenggarakan untuk mempopulerkan Sawahlunto sebagai kota homestay juga mempererat kerja sama pariwisata antarnegara ASEAN. Delegasi yang turut serta dalam acara ini datang dari The Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT) (Indonesia-Malaysia-Thailand), Brunei Darussalam, Filipina, Laos, Myanmar, Kamboja, Singapura, dan Vietnam.
lubang-mbah-soero
Lubang tambang Mbah Suro. (Foto: Kompas.com/I Made Asdhiana)

Secara khusus The International Homestay Promotional Fair menjadi ajang untuk berbagi informasi tentang pengelolaan homestay di negara ASEAN. Kegiatan ini juga menghadirkan beberapa perwakilan daerah di Indonesia seperti Bali, Jawa Timur (Malang), Jawa Tengah (Dieng dan Borobudur), Sumatera Barat, dan Yogyakarta.  Uniknya selama penyelenggaraan acara ini semua peserta menginap di homestay yang tersebar di dua kecamatan yaitu Talawi dan Lembah Segar.

Sawahlunto setidaknya memiliki sekitar 53 homestay dengan kapasitas 116 kamar. Homestay di Sawahlunto tergabung dalam Asosiasi Homestay Sawahlunto dimana kamar dan pelayanannya terstandardisasi PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) Sumatera Barat dan Dinas Pariwisata Sawahlunto. Harga sewa homestay ini mulai Rp 70.000 hingga Rp 250.000 dan sudah termasuk dua kali makan.

Wisatawan yang menginap di homestay-homestay Sawahlunto dapat merasakan keramahan dan kehangatan keluarga khas Minangkabau. Selain menawarkan pengalaman berbeda, homestay ini juga memiliki paket-paket wisata yang menarik seperti trekking, rafting, sanggar seni, wisata sejarah, desa wisata, atau pasar tradisional.

Selalu ada saja tamu yang menginap di homestay apalagi saat Pemkot menggelar acara. Bahkan, baru-baru ini saat Tour de Singkarak 2013 digelar, ada ratusan tamu memanfaatkan untuk menginap di homestay.

Homestay di Sawahlunto dikembangkan secara berkesinambungan termasuk dipromosikan lewat internet dan jalinan kerja sama dengan asosiasi homestay di dalam dan luar negeri. Akomodasi berupa homestay yang dikelola di Sawahlunto dapat menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia yang memiliki masalah pengembangan hotel untuk akomodasi wisatawan.

Wali Kota Sawahlunto, Ir Amran Nur, mengutarakan pada Indonesia.travel bahwa bukti keberhasilan pengembangan homestay di Sawahlunto adalah semakin banyaknya wisatawan datang ke kota ini. Pada 2004 jumlah kunjungan hanya 14.000 tetapi saat ini mencapai 742.000 wisatawan.

Peningkatan tersebut juga diiringi upaya pembaruan lokasi bekas peninggalan tambang yang menjadi tujuan wisata. Beberapa di antaranya adalah gereja peninggalan kolonial, Museum Gudang Ransum, Lubang Tambang Mbah Soero, serta stasiun dan Museum Kereta Api Sawahlunto yang menyediakan trip kereta uap Mak Itam. Baru-baru ini Sawahlunto juga membangun Waterboom, Dreamland, Bioskop 4 Dimensi, dan Taman Satwa.

Peningkatan jumlah wisatawan telah berdampak pada ekonomi masyarakat Sawahlunto. Bahkan, kota ini memiliki angka kemiskinan terendah kedua di Tanah Air setelah Denpasar, Bali. Masyarakat Sawahlunto sadar betapa pariwisata dapat berperan meningkatkan perekonomian sehingga mereka berupaya memberikan pelayanan terbaik bagi wisatawan.
lubang-suro-sumbar
Lubang tambang Mbah Suro. (Foto: Kompas.com/I Made Asdhiana)

Kota Sawahlunto, di Sumatera Barat dulunya adalah salah satu wilayah tambang batu bara terbesar di Nusantara sejak 1981. Di sinilah cermin penjajahan masa kolonial akan amat mengharukan untuk ditelusuri dari jejak sejarahnya.

Wisatawan dalam dan luar negeri pun berdatangan untuk melihat langsung kisah tahanan yang menjadi kerja paksa tambang batu bara dimana mereka dirantai kaki atau tubuhnya. Tahanan sekaligus pekerja tambang tersebut datang dari berbagai wilayah di Indonesia dan hingga kini keturunan mereka masih mempertahankan budaya dan adat leluhurnya masing-masing sehingga menjadikan Sawahlunto sebagai etalase mini multibudaya Nusantara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com