Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lezatnya Gulai Itik Hijau di Lembah Sianok

Kompas.com - 17/06/2013, 08:32 WIB
Fitri Prawitasari

Penulis

WARUNG bambu itu terselip diantara kemegahan Ngarai Sianok dan perbukitan di depannya. Dari luar terlihat tempat untuk makan terpisah dengan bangunan utama warung bambu yang memajang beragam masakan pada etalase.

Mendekati warung, pengunjung seakan diberikan pilihan. Ingin makan ditemani nuansa alam Ngarai Sianok dengan memilih tempat makan di luar ruangan (outdoor) atau berteduh di bawah atap bambu warung dengan memilih tempat makan di dalam ruangan (indoor).

Menawarkan bersantap dengan ditemani keindahan Ngarai Sianok, Rumah Makan Lansano Jaya sepertinya sudah termasyhur di kalangan masyarakat Kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Beberapa orang yang ditemui saat berada di Bukittinggi pasti menyarankan untuk datang ke rumah makan tersebut. Selain karena lokasinya juga karena salah satu masakan andalan yang wajib dicoba yaitu gulai itik hijau.
rumah-makan-di-Bukittinggi
Rumah Makan Lansano Jaya. (Kompas.com/Fitri Prawitasari)

Gulai itik hijau bukan berarti daging itik berwarna hijau tetapi warna hijau berasal dari bumbu gulai yang terbuat dari cabe hijau. Bumbu gulai melumuri seluruh bagian daging itik. Dalam pemilihan daging itik, Ar, pemilik warung mengatakan lebih suka menggunakan itik jantan muda, kira-kira berusia tiga bulan atau dia menyebutnya "itik bujangan".

Menurutnya daging itik jantan memiliki rasa lebih nikmat dibandingkan itik betina. Kalaupun harus menggunakan itik betina, pilih yang masih muda jangan pilih yang sudah bertelur. Hal tersebut menjadi perhatian Ar, karena akan mempengaruhi rasa masakannya yang akhirnya berpengaruh pada kepuasan pelanggan.

"Umurnya kira-kira tiga bulan, jangan yang sudah tua, jangan yang bertelur. Yang bertelur memang harganya lebih murah tapi rasanya kurang enak," katanya.

Begitu pun dengan cabai yang djadikan gulai itik. Penggunaan cabai hijau kampung dinilai lebih enak, semakin sering dimasak justru semakin enak serta bisa bertahan untuk waktu cukup lama.

"Cabai kampung lebih enak karena warnanya nggak berubah. Jadi dia masak sekarang warna hijau dia tetap hijau tapi kalau yang kecil-kecil dia biasanya berubah warnanya agak pudar. Misalnya dimasak sekarang cabainya malah tambah enak, bertahan sampai seminggu bisa," katanya.

Daging itik yang telah disiangi kotorannya, siap beradu dengan gulai cabai hijau pada kuali besi besar bernama kancah. Tak membutuhkan waktu lama dalam pengolahan gulai itik, hanya beberapa jam hingga daging terlihat pucat. Gulai itik disajikan kepada pengunjung panas-panas dan bumbu gulai yang melumurinya membuat yang melihat menelan ludah ingin segera melumatnya di dalam mulut.
gulai-itik-di-Sumbar
(Foto: Kompas.com/Fitri Prawitasari)

Meski bumbu gulai membuat bergidik karena berasal dari gilingan cabai hijau, tetapi jangan khawatir karena rasanya tak terlalu pedas. Bumbu gulai pun menyerap ke dalam daging itik.

Selain gulai itik hijau, ada juga masakan gulai lain yang menemani seperti gulai ikan dan ayam, sayur, dan sambal. Selayaknya masakan-masakan yang ditawarkan rumah makan kebanyakan yang ada di daerah Minang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com