Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Bebek Madura, "Ta’iye"!

Kompas.com - 17/07/2013, 08:21 WIB
SEORANG pelanggan dengan wajah berlumur bulir keringat menyorongkan piring yang telah kosong kepada Siti Aisyah. Si pelanggan meminta tambah nasi dan siraman bumbu pedas. Itu gara-gara menyantap nasi bebek Madura. Walau kepedasan, ingin saja tambah.

"Pelanggan minta tambah nasi dan bumbu pedas saja, boleh-boleh saja. Yang penting mereka senang,” kata Siti Aisyah (55), istri Munawi, pemilik warung Nasi Bebek Madura di Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan.

Pencinta bebek yang tengah berkunjung ke Surabaya atau Madura pasti tak akan melewatkan kesempatan mencicipi nasi bebek Madura Sinjay di Bangkalan, Madura. Kelezatannya yang tersohor membuat pemburu bebek bahkan rela antre selama berjam-jam.

Padahal, di Jakarta pun kita sebenarnya bisa sesekali menikmati kelezatan serupa. Dari beberapa nasi bebek Madura yang lezat di Jakarta, dua di antaranya Nasi Bebek H Munawi di Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, dan Nasi Bebek Mak Isa di Klender, Jakarta Timur.

Warung Nasi bebek Madura H Munawi dapat ditemui tak jauh sebelum supermarket Total Buah Segar, dari arah utara menuju selatan, sejajar dengan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sementara warung nasi bebek Madura Mak Isa terletak di Jalan Raya Bekasi, tak jauh dari Stasiun Kereta Klender (lama) di Jakarta Timur.

Seporsi nasi bebek di warung H Munawi berupa sepotong bebek goreng disiram bumbu kehitaman yang kental, nasi hangat yang pulen, empat iris timun segar, dan sejumput taburan serundeng kelapa. Penampilan potongan bebek yang kehitaman dan berminyak ini memang terlihat tak menarik.

Namun, dalam petualangan kuliner kita tahu bahwa tampilan visual sering kali tak seiring sejalan dengan cita rasa. Penampilan yang sederhana bahkan buruk tak jarang justru memberi kenikmatan surgawi.

Hampir serupa dengan nasi bebek H Munawi, bebek olahan Mak Isa juga berpenampilan serba hitam. Hanya saja tanpa taburan serundeng kelapa. Meski demikian, keduanya sama- sama sukses membikin lidah bergelora.

Ketika disibakkan dari tulangnya, daging bebek ini berwarna kecoklatan bersemu merah, empuk, dan samar- samar beraroma asap yang sedap. Sama sekali tak terendus bau anyir ataupun amis.

Volume daging bebek memang tak semontok daging ayam. Namun percayalah, kenikmatan pada bebek tak semata soal kemontokan. Gurihnya bumbu yang sempurna merasuki setiap potongan bebek membuat kita gemas ingin menyesapi tulang belulangnya hingga bersih.

Sementara bumbu hitamnya yang pedas menjadi elemen krusial yang memberi rasa gurih tak tertandingi pada olahan bebek ini. Warna kehitaman tersebut terjadi karena bumbu dimasak lama hingga kering dan keluar minyak. Minyak ini yang kemudian bersenyawa dengan lelehan lemak dari bebek.

Pada olahan nasi bebek H Munawi, rasa pedas dari bumbu relatif lebih ”manusiawi” dan memberi efek hangat pada perut cukup lama. Sementara pada olahan bumbu bebek Mak Isa rasa pedas terasa lebih agresif, membikin lidah kelojotan. Jika sudah begitu, segera sambar irisan timun demi mendinginkan lidah yang membara.

”Bumbunya sebenarnya biasa saja, bawang merah, bawang putih, cabai rawit merah, jahe, lada, dan lain-lain yang rahasia dapur,” ujar Mak Isa (50) tersenyum.

Bebek segar

Salah satu kunci kelezatan bebek bagi Mak Isa sebenarnya tak semata bumbu, tetapi kualitas bebek. Begitu pula yang dikatakan Siti Aisyah, istri H Munawi. Bebek yang dimasak setiap hari harus bebek segar yang baru disembelih. Keduanya berpantang memasak bebek yang telah dibekukan. Mak Isa sendiri yang saban hari mengolah sekitar 400 bebek memperoleh pemasok bebek dari daerah Kerawang, Jawa Barat.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO Warung Nasi Bebek Mak Isa di Jalan Raya Bekasi Timur, Cipinang, Jakarta Timur.
Menurut Siti Aisyah, bebek yang digunakan adalah bebek afkir, yakni bebek petelur yang sudah tidak produktif. Bebek demikian membutuhkan waktu masak yang cukup lama supaya empuk dan bumbu meresap paripurna. Baik Aisyah dan Mak Isa enggan menggunakan alat masak panci tekan (presto) yang menjanjikan daging bebek dapat empuk dalam waktu masak yang singkat.

”Dengan presto, daging memang cepat empuk, tetapi bumbunya belum benar-benar meresap, jadi kurang sedap. Lebih baik dimasak ungkep cara tradisional saja,” kata Siti Aisyah.

Tak hanya bebek yang dimasak secara tradisional. Nasi hangat yang pulen pun rupanya ditanak dengan cara tradisional, bukan dengan rice cooker. ”Nasi yang ditanak dengan cara kuno begini walaupun masaknya lama, tetapi bisa pulen tanpa benyek. Jadi makan bebeknya lebih nikmat,” ujar Siti Aisyah.

Bagi penggemar bebek, cita rasa bebek bersimbah bumbu kental kehitaman ini memang tanpa tedeng aling-aling. Maklum, ini bebek Madura, ta’iye! (Sarie Febriane)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com