Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/08/2013, 18:13 WIB
APEM bukan makanan khas Laweyan. Namun, mencicipi Apem Dudy Laweyan yang manis-manis gurih dengan tekstur kue yang lembut rasanya semua akan setuju-setuju saja jika apem itu kemudian dinobatkan sebagai oleh-oleh khas dari Kampoeng Batik Laweyan, Solo.

Ketika apem dibagi dua akan terlihat rongga-rongga tanda kue mengembang sempurna yang diperoleh dari proses mengolah adonan dan menggorengnya. Ada rasa asam tape yang samar saat kita mengunyah apem. Rasa manis diperoleh dari gula pasir dan rasa gurih dihasilkan dari penggunaan santan kelapa.

Makanan lintas generasi ini kerap ditemui di pasar tradisional di wilayah Kota Solo dan sekitarnya. Kue ini sudah dikecap nenek moyang kita sejak abad ke-8 ketika Ki Ageng Gribig memulai tradisi sebar apem, kini dikenal dengan perayaan Yaa Qawiyyu di Jatinom, Klaten. Tradisi serupa juga dirayakan di Kota Solo, yakni Kirab Apem Sewu dan Sebaran Apem Keong Emas di Kabupaten Boyolali. Apem-apem ini terbuat dari bahan utama tepung beras.

Oleh Dudy Setiawan (38), pemilik usaha Apem Dudy Laweyan, tepung beras diganti dengan tepung terigu agar lebih awet. Selain itu juga untuk melestarikan resep warisan keluarga. Ayah Dudy, almarhum Nur Hamid, pernah membuat dan menjual apem pada 1996. Usaha itu hanya bertahan dua tahun karena ibu Dudy, Endang Hamida, kemudian membuka usaha katering. Mereka semula adalah keluarga pembatik. Surutnya batik sejak kehadiran batik printing yang berlangsung hingga awal 2000-an membuat keluarga Dudy banting setir usaha di bidang makanan.

”Usaha batik butuh modal tiga kali lipat karena prosesnya lama,” kata Dudy, Selasa (30/7/2013).

Kampoeng batik

Dudy yang selepas SMA merantau ke Jakarta kemudian memutuskan kembali ke kampung halaman pada 2006. Pada saat itu, Laweyan telah dicanangkan sebagai kawasan Kampoeng Batik Laweyan dan pamor batik kembali menanjak. Dudy berinisiatif membuat apem dengan mimpi menjadikannya oleh-oleh khas dari Laweyan.

KOMPAS/SRI REJEKI Membalik Apem.
”Saya ingin menjadikan apem ini sebagai oleh-oleh khas Laweyan sebagaimana serabi Notosuman sudah identik sebagai oleh-oleh khas Solo,” kata Dudy.

Forum Kampoeng Batik Laweyan mendukung apem ini sebagai oleh-oleh khas selain ledre untuk kelengkapan kampung wisata. Agar menarik, Dudy menciptakan variasi baru apem. Selain dalam bentuk klasik atau orisinal, ia juga membuat apem yang diberi keju, cokelat, dan kacang mete.

Dalam sehari, kini Dudy mampu menjual 500-1.000 apem. Apem biasa diberi harga Rp 2.000 per buah. Sementara untuk apem yang bertabur bubuk cokelat dihargai Rp 2.500 per buah, keju Rp 3.500 per buah, dan Rp 4.500 per buah untuk apem cokelat, keju, atau mete.

Harga apemnya baru saja naik Rp 500 per buah sebagai imbas kenaikan harga bahan bakar minyak. Seorang ibu yang pagi-pagi sudah berkunjung ke tokonya menganggut-anggut saja mendengar informasi Dudy tentang kenaikan harga apem. ”Manut, Mas. Pokoknya makan apem,” kata sang ibu.

Setelah tujuh tahun merintis usaha, Dudy dengan mantap mengatakan, penghasilannya sekarang jauh lebih besar ketimbang pekerjaannya dulu sebagai pramusaji di sejumlah kafe-kafe ternama Ibu Kota.

Harus pesan

Apem Dudy tahan hingga 2-3 hari sehingga cocok dijadikan buah tangan. Agar awet, apem baru dimasukkan ke dalam dus atau plastik mika setelah dingin. Selain dibeli oleh warga sekitar dan sebagai oleh-oleh, apemnya juga dipesan untuk hidangan arisan, takjil, atau kumpulan lainnya.

Apem juga didistribusikan ke toko kue, warung, pasar tradisional, atau katering. Calon pembeli perlu memesan sehari sebelumnya karena apem tidak bisa cepat dibuat. Adonan perlu dikembangkan terlebih dahulu agar empuk dan tidak bantat.

Bahan dan pembuatan apem ala Dudy sederhana saja. Tepung terigu, gula pasir, sejumput garam, sedikit tape, dan ragi pengembang dicampur secara manual tanpa campur tangan mesin pengocok (mikser). Adonan lantas didiamkan hingga lima jam agar mengembang. Menjelang subuh, Dudy dan dua pekerjanya akan mulai ”menggoreng”, tepatnya memanaskan apem di wajan kecil yang diolesi minyak secukupnya. Seperti serabi, Dudy juga menggunakan wajan khusus berbentuk cetakan apem yang hanya memuat sebuah apem.

KOMPAS/SRI REJEKI Menuang Adonan.
Di bawah wajan diberi tatakan berisi pasir untuk meratakan panas yang sampai ke wajan. Nyala api kompor gas harus diatur agar tidak terlalu besar yang bisa menyebabkan apem cepat gosong atau terlalu kecil sehingga apem kurang mekar.

Di tokonya yang berlokasi di kompleks Langgar Merdeka, Jalan Dr Radjiman 565, Laweyan, Solo, juga dijual penganan oleh-oleh lainnya, seperti peyek, ampyang, emping, marning, grubi, kopi, hingga suvenir berupa kaus. Dudy baru tiga tahun mengontrak tempat itu untuk menjaring pembeli lebih luas. Sebelumnya ia menempati rumah orangtuanya di tengah perkampungan Laweyan. (Sri Rejeki)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com