Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rendang untuk Ananda di Rantau

Kompas.com - 29/08/2013, 15:37 WIB
Pengantar

Tim Jelajah Kuliner Nusantara ”Kompas” berkelana sampai ke ranah Minang, asal-muasal rendang yang dinobatkan sebagai makanan terenak di dunia. Dari perjalanan itu terkuak, rendang buat orang Minang bukan sekadar makanan, melainkan simbol martabat keluarga. Itu sebabnya, mereka begitu berdedikasi dan sabar memasak berjam-jam di atas tungku ”hanya” untuk menghasilkan rendang nan lezat. Tentu saja ada sejumlah liputan lain yang menelisik sisi lain tradisi makan dan masak orang Minang.

Ibu-ibu Minang itu hendak berbagi cinta kepada sanak saudara di rantau. Mereka kirim sekardus besar rendang, sambal lado, dan keripik sanjai lewat perusahaan jasa pengiriman. Begitulah, makanan buatan bunda menjadi pengikat silaturahim orang-orang di rantau.

Awal Juli di kantor Tiki di Jalan Pemuda, Bukittinggi, Sumatera Barat. Puluhan orang datang dan pergi silih berganti membawa berbagai kardus berisi makanan. Di antara mereka ada Yarnis (50), pegawai negeri sipil, yang hendak mengirim rendang, sambal lado, dendeng batokok, dan ikan karayo untuk anaknya yang merantau di Jakarta.

Ibu setengah baya itu bercerita, hampir setiap bulan ia mengirimkan makanan untuk anaknya, Suci, meski ia tahu di Jakarta bertebaran warung Minang yang menyediakan santapan serupa.

”Tapi, dia tidak mau kalau yang masak sambal lado orang lain. Katanya, rasanya kurang sedap. Jadi, setiap sambal ladonya habis, dia pasti telepon ke rumah,” kata Yarnis tentang anaknya yang sedang menuntut ilmu di sebuah politeknik kesehatan di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO Pengguna jasa kurir pengiriman mengirimkan rendang di pengiriman TIKI, Bukittinggi, Sumatera Barat, Kamis (11/7/2013). Pengiriman Rendang ke luar kota menjadi salah satu jenis kiriman yang mendominasi penggunaan jasa pengiriman.
Untuk rendang, Yarnis lebih memilih membeli yang sudah jadi di toko-toko pembuat rendang kering. ”Kalau bikin sendiri, saya tidak punya waktu lagi,” ujarnya.

Zulmi juga rutin mengirimkan makanan untuk anak, kakak, dan iparnya yang merantau ke Jakarta. Pagi itu ia antre di Tiki Jalan Pemuda, dengan membawa bungkusan rendang, kerupuk karak kaliang, dan keripik sanjai. Zulmi bercerita dengan riang betapa bahagia bisa mengirim makanan untuk anak dan saudara di rantau. Ia membayangkan setiap kali menyuap makanan kiriman itu, mereka akan mengingatnya.

Tradisi berbagi rendang itu melonjak setiap menjelang bulan Ramadhan dan Lebaran. Saat itulah, perusahaan jasa pengiriman paket kebanjiran order. Sehari sebelum puasa, ketika siang belum lagi datang, Tiki di Jalan Pemuda telah mengirim paket sebanyak satu mobil truk besar. ”Biasanya kami hanya mengirim paket rata-rata satu mobil L300,” kata Eka Hermina, petugas Tiki di Jalan Pemuda.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO Para ibu-ibu membawa hantaran makanan untuk prosesi Mendoa di Jalan Raya Payahkumbuh-Lintau, Sumatera Barat, Senin (8/7/2013). Hantaran makanan ini dibawa dan dimasak para ibu-ibu untuk acara Mendoa (berdoa bersama dan siraman rohani) di masjid terdekat mereka dalam menyambut Bulan Puasa.
Isi paket, lanjut Eka, 90 persen berupa makanan. Setiap bungkus makanan, pasti ada rendangnya meski hanya 1 kilogram. Ia menunjuk sebungkus kecil rendang kiriman pelanggan yang sedang dipak. Rendang itu berbalut bumbu kering berminyak. Rasanya pasti gurih dan legit. Alamat yang dituju hampir semuanya Jakarta. Hanya sebagian kecil yang ditujukan ke Pekanbaru, Jambi, dan kota-kota lain tempat mayoritas perantau Minang tinggal.

Sebelum ada perusahaan jasa pengiriman, para bunda Minang biasa menitipkan makanan untuk sanak saudara di rantau lewat sopir bus antarkota antarprovinsi. Rendang dimasukkan ke dalam kaleng bekas biskuit, sementara sambal lado dimasukkan ke botol.

”Subuh-subuh kami berdiri di pinggir jalan untuk mencegat bus yang lewat. Kami titipkan makanan dan beras kepada sopir, nanti anak atau saudara kami di rantau tinggal menjemputnya di pul bus. Begitu setiap minggu,” kata Imang, bunda asal Lintau Buo, Tanah Datar, yang merantau ke Jakarta.

Sopir bus, lanjut Imang, biasanya tidak pernah meminta bayaran. Semuanya dilakukan secara sukarela sebagai sesama orang Minang. Karena itulah, orang Lintau Buo sangat menghormati sopir bus. ”Kalau tidak ada mereka, bagaimana rendang bisa sampai ke tangan sanak keluarga di rantau?” katanya.

Ibadah haji

Tidak ada catatan tertulis sejak kapan tradisi berbagi rendang kepada perantau dimulai. Namun, sejarawan dari Universitas Andalas, Muhammad Nur, yakin tradisi itu sama tuanya dengan tradisi merantau orang Minang.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com