Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melestarikan Kearifan Wae Rebo

Kompas.com - 30/09/2013, 16:24 WIB
KAMPUNG adat Wae Rebo di Gunung Pocoroko, Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur, adalah primadona baru. Setelah mendapat anugerah Award of Excellence dari Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB atau UNESCO kawasan Asia Pasifik, kampung ini tak pernah sepi.

Para wisatawan berlomba membuktikan keagungan mahakarya budaya bangsa Indonesia dan menimba kearifan hidup masyarakat Wae Rebo.

Kampung Wae Rebo terletak sekitar 1.100 meter dari permukaan laut, masuk wilayah Desa Satarlenda, Kecamatan Satarmese Barat, Manggarai, NTT.

Wae Rebo ”ditemukan” pertama kali tahun 1997 oleh antropolog Belanda, Catherine Allerton. Allerton mencari Wae Rebo untuk sebuah penelitian.

Tahun 2008, jejak Allerton diikuti arsitek Yori Antar. Yori berkunjung ke Wae Rebo dan menginisiasi pembangunan rumah adat yang saat itu rusak. Dana pembangunan digalang antara lain dari Yayasan Tirto Utomo, pengusaha Arifin Panigoro, dan Laksamana Soekardi.

Proses pembangunan rumah adat didokumentasikan sehingga warga menguasai kemampuan membangun rumah yang disebut mbaru niang. Upaya konservasi itu membuahkan Award of Excellence UNESCO dan melejitkan Wae Rebo ke dunia.

Dari tujuh rumah adat di Wae Rebo, saat ini tersisa dua rumah yang belum direvitalisasi. Dalam waktu dekat, kedua rumah akan direvitalisasi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dana yang dianggarkan Rp 500 juta.

Saat ini, 670 wisatawan baik lokal maupun asing telah berkunjung ke Wae Rebo. Wisatawan asing terbanyak dari Belanda, Perancis, dan Amerika Serikat. Wisatawan lokal selain dari NTT, datang dari Surabaya dan Jakarta.

Untuk menuju Wae Rebo, perjalanan harus ditempuh dengan berjalan kaki selama 4,5 jam. Jarak Wae Rebo kurang lebih 9 kilometer dari desa terakhir di Denge lewat jalan setapak, mendaki dengan sudut 45 derajat di antara hutan lebat.

DOK INDONESIA.TRAVEL Kampung adat Wae Rebo, Desa Satarlenda, Kecamatan Satarmese Barat, Manggarai, Nusa Tenggara Timur.
Setengah jam terakhir, setelah memasuki perkebunan kopi milik warga, tampak kampung adat Wae Rebo. Di antara puncak-puncak bukit yang mengelilinginya, Kampung Wae Rebo merupakan daya magis yang menebar pesona luar biasa.

Kampung Wae Rebo berbentuk melingkar, bentuk rumahnya juga bulat dengan atap kerucut. Rumah adat utama disebut rumah gendang, berdiameter 15 meter dengan ukuran tinggi sama, dihuni 8 keluarga. Rumah lain, disebut niang gena, berdiameter 12 meter dengan tinggi kurang lebih sama, dihuni 6 keluarga. Rumah itu diturunkan oleh leluhur Wae Rebo bernama Maro yang disebutkan berasal dari Minangkabau.

Saat ini ada 44 keluarga yang tinggal di Wae Rebo. Mata pencarian utamanya berkebun. Mereka menanam kopi, cengkeh, dan umbi-umbian. Perempuan Wae Rebo, selain memasak, mengasuh anak, dan menenun, juga membantu kaum lelaki di kebun.

Titik pusat Kampung Wae Rebo berada di batu melingkar di depan rumah utama yang disebut compang. Pintu tiap rumah adat dibangun menghadap ke compang. Compang merupakan pusat aktivitas warga untuk mendekatkan diri dengan alam, leluhur, serta Tuhan. Penghormatan terhadap ketiga unsur diwujudkan dalam berbagai upacara adat yang sampai kini rutin dilakukan. Salah satunya upacara menyambut pergantian tahun dyang isebut penti.

”Di Wae Rebo, semua berbentuk bulat, mulai dari gunung tempat tinggal mereka, kampung yang melingkar, hingga rumah. Masyarakat Wae Rebo percaya, di dalam bulat ada keadilan,” kata Yosep Katop, Sekretaris Lembaga Masyarakat Adat Wae Rebo, pertengahan September 2013, di Wae Rebo.

Hak untuk menghuni rumah adat diperoleh melalui penunjukan oleh tetua masing-masing pewaris keturunan. Biasanya hak diberikan kepada anak laki-laki tertua dalam keluarga. Namun, posisi itu dapat digantikan oleh anak lain melalui musyawarah adat.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com