Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cuci Paru di Appenzell

Kompas.com - 04/12/2013, 10:13 WIB
SEBELUM meninggalkan Tanah Air, kami diminta memilih program tur. Banyaknya pilihan—ada 11 jenis tur—justru malah membuat saya sulit menentukan. Apalagi dari 11 pilihan, rasanya semua menarik. Ada tur membuat keju, melihat kehidupan peternak di pegunungan, dan tur ke pedesaan. Bagi yang penasaran dengan musik tradisional, bisa mengunjungi pusat musik rakyat dan mencoba meniup yodeling. Apa boleh buat, pilihan harus dijatuhkan. Saya mencentang ”gastronomic e-bike tour”.

Udara sangat cerah dengan suhu 16 derajat celsius ketika kami—sekitar 50 orang—tiba di sebuah tempat di mana telah tersedia puluhan sepeda yang diparkir secara berderet. Persiapan terasa cukup serius. Saya berada di kelompok ketiga atau terakhir dari tiga kelompok yang ada. Tiap peserta memilih sepeda serta helm sesuai dengan ukuran. Oh ya, panitia juga membekali jas hujan plastik berwarna merah.

”Kita akan menempuh 15-26 kilometer, tergantung cuaca,” kata Eveline Belz, pemandu tur sepeda kami. Rasa grogi karena tak biasa bersepeda serta-merta lenyap. Saya begitu menikmati perjalanan ini. Jalanan cukup mulus, pemandangan di kiri kanan begitu cantik. Yang paling menyenangkan, udara terasa begitu segar dan bersih. Selama perjalanan, paru saya seperti dicuci bersih. Pilihan mengambil tur ini ternyata tak keliru.

Saya merasa seperti terlahir kembali. Bersepeda seperti ketika masih kanak-kanak dengan pemandangan yang sangat indah, lagi udara yang bersih dari polusi. Pendeknya, pengalaman ini benar-benar baru dalam usia saya yang sudah lebih dari setengah abad.

”Lebih bagus lagi kalau musim semi. Sepanjang jalan dipenuhi bunga warna-warni,” kata Eveline saat kami rihat minum kopi di sebuah restoran kecil. Rumput hijau yang kami lihat, menurut Eveline, dipenuhi bunga daisy, dandelion, red clover, dan wood anemone.

Teh, kopi, atau minuman cokelat hangat yang disajikan bersama kue almond dan kacang menjadi berlipat nikmatnya. Boleh jadi ini karena suasana yang menyenangkan yang baru kami lalui ditambah perasaan penasaran untuk melanjutkan sisa rute berikut.

KOMPAS/RETNO BINTARTI Bersepeda di pedesaan Appenzell.
Kami sempat berhenti untuk mengambil gambar sambil bersiap menempuh perjalanan yang agak menanjak. Kendati sepeda dilengkapi dengan shifter, tetap saja jalan menanjak membuat napas dan kaki berat. Olahraga jalan cepat ditambah yoga, saat-saat begini, terasa manfaatnya. Paling tidak, saya masih bisa ikut irama rombongan yang kebanyakan berusia belasan tahun di bawah saya. Apalagi, sebagian berasal dari negara yang warganya suka bersepeda.

Setelah menempuh sekitar 12 kilometer, tiba-tiba gerimis kecil datang. Mula-mula kami tak terusik dan tetap melanjutkan perjalanan seperti sebelumnya sampai kemudian tanpa komando, kami masing-masing mengeluarkan jas hujan plastik. Sialnya, jalan menanjak dan terus menanjak untuk menuju restoran di atas bukit. Jarak yang tinggal 3 kilometer menjadi antiklimaks buat saya. Berkali-kali saya harus berhenti karena tak kuat mengayuh saat jalan naik. ”Kamu baik-baik saja?” kata pengawal rombongan. Dia mencoba menyemangati dan menawarkan bantuan.

Buat saya, gerimis adalah penolong. Namun, bagi Filipe, jurnalis asal Brasil, penghentian ini mengecewakan. ”Seharusnya kita lanjutkan lagi. Toh, selesai makan siang cuaca cerah lagi dan saya sudah menyiapkan diri untuk bersepeda lagi,” katanya dengan nada kecewa. Padahal, hanya 15 kilometer saja membuat kaki saya pegal-pegal pada malam harinya. (RET)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com