Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lokasi Keramat Jadi Kawasan Lindung

Kompas.com - 20/01/2014, 17:45 WIB
WANGI-WANGI, KOMPAS.com - Komunitas masyarakat adat di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, mengusulkan, tempat-tempat keramat di daerah itu agar menjadi kawasan lindung. Lokasi itu memiliki sejarah budaya, keunikan, serta karakteristik alam.

Contohnya, Taman Batu di Taduna yang berupa hamparan batu karang berwarna hitam sepanjang 500 meter. Batu-batu karang sebesar mobil itu seperti tertata di perbukitan yang berbatasan dengan pantai.

Di atas bukit juga ada benteng dari susunan karang berwarna hitam. Dulu, tembok benteng setinggi 150 sentimeter itu untuk melindungi masyarakat dari perompak. Namun, sejak 1960-an, permukiman tersebut ditinggalkan warga.

”Taman batu merupakan tempat keramat. Kami sedang mengusahakan untuk menjadi daerah perlindungan agar tetap terjaga,” kata Amursan, Ketua Forum Nelayan Binongko, Jumat (17/1/2014), di Taman Batu Taduna.

Di sekitar Taman Batu terdapat menara mercusuar serta ekosistem tanaman mangrove. Untuk menuju lokasi ini harus melewati hutan mangrove yang sangat rimbun. Lebar batang kayunya lebih dari 25 sentimeter.

Terancam tambang

Taman Batu terancam pertambangan/penggalian batu karang. Bongkahan karang hitam dipecah-pecah sebagai material urukan jalan dan untuk membangun rumah.

Karena itu, Shaleh Hanan dari The Nature Conservancy di Wakatobi mendukung usulan masyarakat untuk menjadikan Taman Batu sebagai kawasan lindung. ”Tempat ini sangat unik dan memiliki sejarah serta peninggalan budaya yang sangat tinggi. Kalau dibiarkan bisa rusak,” katanya.

Selain Taman Batu, di Pulau Tomia (salah satu pulau utama wilayah Wakatobi), warga Desa Kulagi mengusulkan goa dan perairan di sekitar pantai Humtete menjadi kawasan lindung. Goa berdinding kekuningan itu dulu menjadi tempat pemujaan bagi para pelaut setempat sebelum berlayar.

Di sekitar perairan itu terdapat terumbu karang yang sangat rapat. Warga sedang menyusun pengelolaan perairan itu menjadi bank ikan. Di lokasi itu dilarang melakukan penangkapan ikan atau biota lain. Harapannya, lokasi tersebut mampu menyediakan sumber ikan bagi perairan di sekitar yang bisa dimanfaatkan warga.

”Bank ikan menjadi seperti deposito. Kami hanya makan bunganya. Tidak mengambil pokoknya,” kata Armin Sahal (42) dari Komunitas Nelayan Tomia. Praktik serupa telah dilakukan di perairan setempat yang bernama ”Mari Mabuk”. (ICH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com