Candi Borobudur yang dibangun sekitar 824 M pada masa Kerajaan Syailendra itu sudah dua kali terdampak abu vulkanik dalam lima tahun terakhir yakni abu Merapi (2010) dan abu Kelud (2014).
Bahkan, abu vulkanik akibat letusan Gunung Kelud pada Kamis (13/2/2014) pukul 22.50 WIB itu masih terasa lengket di bebatuan candi Buddha yang juga merupakan situs warisan dunia itu.
"Itu justru wisata bersejarah, karena kami bisa melakukan foto saat pembersihan Borobudur. Belum tentu ada abu vulkanik di Borobudur pada setiap tahun lho. Kayak wisata Borobudur 'rasa' Kelud," ucapnya, tersenyum.
Hingga "wisata bersejarah" pada Sabtu (22/2/2014) pukul 08.30 WIB itu, proses pembersihan Candi Borobudur memang sudah mencapai 80 persen, namun jejak abu masih jelas terlihat.
Bahkan, jalanan dari tanah yang menuju loket tiket masuk pun masih dibersihkan dengan sekop oleh 4-5 orang petugas. "Ini sudah tidak seberapa," tutur seorang petugas sambil menunjuk bekas galian.
Namun, koordinator Pemanfaatan dan Layanan Masyarakat Balai Konservasi Borobudur, Pangga Ardiansyah mengaku pihaknya tetap bersyukur atas musibah yang dialami.
"Kami bersyukur, karena kedatangan wisatawan tidak terlalu terpengaruh dengan abu vulkanik, meski Borobudur sempat ditutup dalam beberapa hari, namun para wisatawan yang kecewa umumnya dapat memaklumi dan justru membantu kami untuk bersih-bersih," katanya.
"Ini sudah panggilan hati, apalagi kami dari umat Buddha, sehingga kami pun merasa memiliki Borobudur," katanya.
Bahkan, ungkapnya, pihak Walubi Jawa Tengah memang menggilir umat Buddha dari kawasan Borobudur dan sekitarnya untuk membersihkan candi yang sangat mendunia itu.
"Sebelum kami, ada umat Buddha dari Purwokerto dan Wonosobo yang membersihkan, tapi sekarang dari Boyolali sebanyak tiga bus. Kami datang secara sukarela, karena terpanggil itu," ulasnya.
Teknis Pembersihan
Menurut Pangga Ardiansyah, pembersihan Candi Borobudur dalam setiap hari melibatkan 200-300 relawan. Mereka berasal dari kalangan umat Buddha, karyawan hotel, pemandu wisata, pedagang asongan, pelajar, dan para turis.
"Bahkan, tidak hanya melibatkan orang Jawa Tengah, tapi paling jauh ada yang datang dari Surabaya, juga ada beberapa turis Korea yang mengikuti Kemah Budaya Internasional pun ikut," paparnya.