Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/03/2014, 09:00 WIB
HARI sudah sore ketika suara mesin perahu meraung di Sungai Somber. Tadinya, Herman, si juru mudi, sangat berhati-hati keluar dari alur sempit yang di kanan-kirinya ditumbuhi hutan bakau. Cahaya matahari yang terhalang pohon membuat alur anak sungai ini agak gelap.

”Kita akan bertamu ke rumah para bekantan,” katanya. ”Ssstt..., tapi tak boleh berisik.” Kami seketika saling toleh, tak sepenuhnya paham mengapa tidak boleh berisik kalau bertemu bekantan. Sungai Somber yang mengarah ke Teluk Balikpapan terlihat tenang. Airnya yang kehijauan berpendar-pendar ditimpa cahaya. Bayangan pepohonan memantul di permukaan air, sesekali tampak bergoyang seturut angin yang bertiup perlahan. Beberapa sampan kecil terlihat mengambang, seperti melamun menunggu ikan-ikan menarik tali pancing para nelayan.

Herman perlahan mematikan mesin perahu. Kami mendekat ke tepian agar sedikit terlindung oleh bayang daun bakau. Di ketinggian beberapa bekantan asyik memetik buah bakau. Selebihnya berloncatan dari pohon satu ke pohon yang lain dan kemudian menyelinap dalam rerimbunan hutan. Bekantan termasuk jenis monyet yang peka terhadap keramaian manusia.

Oleh sebab itu, kata Herman, tidak setiap wisatawan bisa bertemu si tuan rumah yang menghuni kawasan hutan bakau seluas 150 hektar itu. ”Di hutan ini ada beberapa komunitas bekantan, tiap komunitas ada antara 10-15 ekor. Mereka hidup menyebar di dalam hutan,” kata Herman, beberapa pekan lalu.

KOMPAS/PUTU FAJAR ARCANA Suatu sore di tengah hutan bakau Sungai Somber, Balikpapan, Kalimantan Timur.
Matahari hampir tenggelam ketika kami menyusur ke alur lain dari anak Sungai Somber. Di sini arusnya lebih tenang. Sepanjang sisi sungai pohon bakau tumbuh subur. Tak lama berlayar, mesin perahu kembali dimatikan. Herman menunjuk kepada gerombolan bekantan di sisi timur sungai. Para bekantan itu asyik menikmati sore yang redup dengan memakan buah bakau. ”Kalau tak ada hutan bakau, pasti bekantan tidak ada juga di sini,” kata Herman.

Pagar pelindung

Cerita hutan bakau, yang kemudian dikenal dengan Mangrove Centre, di Kecamatan Balikpapan Utara, cukup panjang. Sekitar awal tahun 1990 berdiri perumahan bernama Graha Indah di atas areal seluas 3 hektar. Sebagian dari lahan perumahan memanfaatkan hutan bakau. Tahun 1998-2000, hutan bakau di sisi barat perumahan dikonversi menjadi lahan tambak. ”Tahun 2001, terjadi puting beliung. Sebagian perumahan kena dampaknya,” tutur Agus Bei, Ketua Pokmaswas RT XIV, Perumahan Graha Indah.

Sejak peristiwa itu, Agus Bei bersama beberapa orang mulai menanam bakau sebagai pagar pelindung jika sewaktu-waktu terjadi angin. ”Awalnya untuk melindungi perumahan dari empasan angin karena rawa-rawa sudah berubah jadi tambak semua,” kata dia.

KOMPAS/ADI SUCIPTO Seekor bekantan (Nasalis larvatus) bertengger di dahan di Pulau Bukut, delta di tengah sungai Barito yang ada di bawah jembatan Barito, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan Sabtu (26/5/2013). Dari atas jembatan atau dari perahu klothok bisa disaksikan bekantan berloncatan dari dahan ke dahan.
Tahun 2001 tak kurang ditanam 1.000-2.000 bakau. ”Kami sampai bikin pokmaswas, kelompok masyarakat pengawas, yang sampai sekarang aktif sekitar 20 orang. Ini yang bertugas mengawasi hutan bakau,” tambah lelaki kelahiran Banyuwangi, Jawa Timur, itu.

Kini wilayah yang berjarak 8 kilometer dari Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, itu tak hanya menjelma menjadi hutan bakau, tetapi juga destinasi wisata yang mengesankan. Pada hari Sabtu dan Minggu, kata Agus Bei, perahu yang berangkat mengarungi Sungai Somber bisa mencapai 10 buah. Setiap perahu setidaknya berisi 5-8 orang. Selain mengarungi sungai untuk melihat bekantan di beberapa bagian hutan bakau, para wisatawan juga diajak melihat keramba. Dalam keramba pokmaswas menebar ikan nila dan kepiting soka, bahkan para pengunjung bisa membeli ikan segar di situ.

Menurut Agus Bei, pertama-tama penanam bakau di kawasan Teluk Balikpapan itu bukan untuk tujuan wisata. ”Tetapi untuk menyelamatkan lingkungan karena fungsi bakau luar biasa. Tak cuma melindungi perumahan kami dari serangan angin, tetapi juga menjadi habitat hidup bekantan,” kata dia. Dulu, bekantan sudah menghilang entah ke mana, ketika hutan bakau dibabat. Sekarang, sambil duduk-duduk di teras rumahnya yang berbatasan dengan areal hutan, Agus bisa setiap pagi menyaksikan kawanan bekantan. ”Biasanya kalau pagi, mereka suka cari makan di dekat perumahan,” ujar Agus Bei.

Pokmaswas yang dibentuk Agus Bei kini bahkan mengembangkan pembibitan bakau. Jika satu perusahaan ingin melakukan penghijauan, kata Agus, mereka harus membeli bibit bakau dan kemudian menanam kembali di kawasan Teluk Balikpapan. Kawasan teluk itu, tambah dia, setidaknya memiliki luasan lebih dari 500 hektar. ”Sayangnya di beberapa ruas Sungai Somber sudah dibangun galangan kapal, yang justru membabat hutan bakau,” kata Agus.

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA Hutan bakau yang dikelola swadaya oleh masyarakat di Kecamatan Balikpapan Utara, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Selain pusat konservasi, hutan bakau seluas lebih kurang 150 hektar tersebut merupakan habitat bagi bekantan dan menjadi tujuan wisata alam.
Dalam kawasan seluas 150 hektar, pokmaswas setidaknya telah menanam 30.000 pohon bakau. Asal tahu, pohon bakau yang memiliki diameter 10 sentimeter setidaknya sudah menjalani masa hidup 12 tahun. ”Jadi, betapa lamanya memelihara bakau. Karena itu, jangan asal babat,” kata Herman, yang juga sekretaris Pokmaswas.

Kini sore benar-benar terbenam. Kami menyusuri sungai mengandalkan sisa cahaya yang menggenang di kedalaman air. Herman biasa saja. Ia tak tampak cemas, bahkan sesekali terdengar siulan dari bibirnya. Sementara teriakan bekantan terdengar di sana-sini. Samar-samar bayang-bayang hewan liar ini berloncatan dari pohon ke pohon. ”Mereka sedang berangkat tidur,” kata Herman.

Sungai Somber tetap tenang. Di sela-sela akar bakau, kawanan ikan menyimpan telur mereka. Suatu saat kehidupan baru akan dimulai. Begitulah sifat hutan, ia menjadi situs memperbarui dan kemudian menyambung tali kehidupan. Selamanya.... (Putu Fajar Arcana & Lukas Adi Prasetya)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com